RESUME MAKALAH MPAI
(KELOMPOK 1-6)
Nama :
Baiq Widia Nita Kasih
Nim :
15.1.11.1.015
Smstr/Kls : III/A
KELOMPOK 1
TEOLOGI DALAM
ISLAM
A.
SEJARAH TIMBULNYA TEOLOGI DALAM ISLAM
Terjadinya perbedaan
pemahaman konsep tentang ketuhanan (teologi) di mulai dari rentetan sejarah
khilafah, yakni soal siapa yang akan menggantikan rasul sebagai kepala Negara.
Sejarah
meriwayatkan bahwa Abu Bakar-lah yang disetujui oleh masyarakat islam di waktu
itu menjadi pengganti Nabi Muhammad SAW dalam mengepalai Negara mereka. Kemudian
Abu Bakkar digantikan oleh Umar Ibnu Khattab dan Umar digantikan oleh Utsman
Ibnu Affan.
Kemudian,
setelah Utsman mati terbunuh oleh para pemberontak Mesir, yakni Muhammad bin
Abi Bakr. Maka sebagai calon terkuat yang menjadi khalifah adalah Ali. Tetapi
ia segera mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi
khalifah, terutama Thalhah dan Zubair dari Makkah yang mendapat sokongan dari Aisyah.
Tantangan dari Aisyah, Thalhah, dan Zubair ini dipatahkan oleh Ali dalam
pertempuran yang terjadi di Irak pada tahun 656 M. Thalhah dan Zubair mati
terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Makkah.
Tantangan kedua
datang dari Mu’awiyah dan keluarga dekat Utsman yang menuntut kepada Ali supaya menghukum pembunuh-pembunuh
Utsman, bahkan menuduh Ali ikut campur dalam pembunuhan itu, sedang Ali tidak
mengmbil tindakan tegas terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Muhammad
bin Abi Bakr diangkat menjadi Gubernur Mesir.
Dalam
pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini (Ali dan Mu’awiyah) di Siffin,
tentara Ali dapat mendesak tentara Mu’awiyah sehingga tersebut akhir ini
bersiap-siap untuk lari. Tetapi tangan kanan Mu’awiyah, Amr ibn Ash yang
terkenal sebagai orang licik, minta berdamai dengan mengangkat al-Qur’an ke
atas. Qurro’ pada pihak Ali mendesak agar Ali menerima tawaran tersebut dan
dengan demikian dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitrase (Tahkim).
Sebagai pengantara diangkat dua orang : yakni Amr bin Ash dari pihak Mu’awiyah dan
Abu Musa al-Asy’ari dipihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr
mengalahkan perasaan taqwa Abu Musa.
Sikap Ali yang
menerima tipu muslihat Amr bin Ash untuk mengadakan arbitrase, walaupun dalam
keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat
bahwa hal serupa tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia. Putusan hanya
datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam al-Qur’an. La
hukma illa lillahi ( tidak ada hukum kecuali hukum Allah ) yang menjadi
semboyan mereka.
Mereka
memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, dan oleh karena itu mereka
meninggalkan barisannya. Golongan mereka inilah dalam sejarah Islam terkenal
dengan nama Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri.
Karena memandang Ali bersalah dan berbuat dosa maka mereka pun melawan Ali.
Khawarij memandang bahwa Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari dan
lain-lainnya yang menerima arbitrase adalah kafir, karena menurut mereka di
dalam al-Qur’an surah al-Maidah ayat 44 dikatakan “Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir”.
B.
MACAM-MACAM ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM
1.
Aliran
Khawarij
Khawarij
berasal dari kata kharaja yang berarti keluar atau hengkang. Aliran
Khawarij adalah suatu kelompok atau golongan yang keluar dari pasukan Ali bin
Abi Thalib karena tidak menerima arbitrase (tahkim), dan mereka menganggap
bahwa hukum itu hanya dengan hukum Allah saja. Dalil yang digunakan oleh aliran
ini untuk memperkuat pendapatnya ialah QS. al-Maidah ayat 44. Dalam aliran
khawarij terdapaat beberapa sekte, yaitu al-Muhakkimah, al-Azariqah, an-Najdat,
al-Ajaridah, asy-Syufriyah dan al-Ibadiyah.
2.
Aliran
Murjiah
Kata
murjiah berasal dari bahasa arab raja’a yang berarti kembali. Aliran
murjiah adalah suatu golongan atau aliran yang berpendapat bahwa konsekuensi
hukum dari perbuatan manusia bergantung pada Allah SWT. Jadi, mereka tidak
mengkafirkan seorang muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan
hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga seorang
muslim sekalipun berdosa besar, tetap diakui sebagai muslim dan punya harapan
untuk bertaubat. Dalil yang digunakan aliran ini untuk memperkuat pendapatnya
ialah QS. an- Nisa’ ayat 48 dan QS. Az- Zumar ayat 53.
3.
Aliran
Qadariyah
Qadariyah
berasal dari bahasa arab yaitu قدر yang artinya kemampuan atau kekuatan. Aliran
qadariyah adalah suatu golongan yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan
dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan nasib dan perbuatannya. Dengan kata lain,
perbuatan dan nasib manusia dilakukan atas kehendak dirinya sendiri, tanpa campur
tangan Allah. Aliran ini biasa di sebut dengan free will and free act. Aliran
ini menggunakan QS. al-Mudatsir ayat 38 sebagai dalil untuk memperkuat
penndapatnya.
4.
Aliran
Jabariyah
Secara
bahasa jabariyah berasal dari kata جبر
yang berarti memaksa. Aliran jabariyah adalah suatu golongan atau
kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak
dalam menentukan perbuatannya. Kalaupun ada kehendak dan kebebasan yang
dimiliki manusia, kehendak dan kebebasan tersebut tidak memiliki pengaruh
apapun karena yang menentukannya adalah kehendak Allah semata. Aliran ini adalah
kebalikan dari aliran Qadariyah. Dan dalil yang digunakan untuk memperkuat
pendapat mereka adalah QS.al-Hadid ayat 22.
5.
Aliran
Mu’tazilah
Mu’tazilah
berasal dari kata I’tazala yang berarti memisahkan diri atau hengkang.
Aliran mu’tazilah yaitu suatu golongan yang kelahirannya bermula dari tindakan
Wasil bin Atha’ berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan
pendapat. Dimana menurut Hasan al-Basri yang berpaham Ahlussunah wal jama’ah
mengatakan bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin, namun imannya berkurang
sedangkan Wasil bin Atha’ mengatakan pelaku dosa besar tidak mukmin dan tidak
kafir yaitu diantara kedua-duanya (al-Manzilah baina al-Manzilataini). Aliran
ini mempunyai lima doktrin yang dikenal dengan al-Ushul al-Khomsah, yaitu:
a.
Tauhid ( Ke-Esaan Tuhan )
b.
Al-‘Adl ( Keadilan Tuhan )
c.
Al-Wa’du wal Wa’id ( janji baik dan janji buruk )
d.
Manzilah bainal Manzilataini ( tempat diantara dua tempat )
e.
Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
6.
Aliran
Asy’ariyah
Aliran
ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Mu’tazilah yang dianggap menyeleweng
dan menyesatkan umat Islam. Dinamakan aliran Asy’ariyah karena dinisbahkan
kepada pendirinya, yaitu Abu Hasan al-Asy’ari. Setelah keluar dari Mu’tazilah,
al-Asy’ari merumuskan pokok-pokok ajarannya yang berjumlah tujuh pokok, yaitu:
a.
Tentang
sifat Allah
b.
Tentang
kedudukan Al-Qur’an
c.
Tentang
melihat Allah di akhirat
d.
Tentang
perbuatan manusia
e.
Tentang
antropomorfismr
f.
Tentang
dosa besar
g.
Tentang
keadilan Alllah.
7.
Aliran
Maturidiyah
Nama
aliran ini diambil dari nama pendirinya yaitu Abu Mansur al-Maturidi. Aliran
Maturidiyah adalah suatu aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur
al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi atau dalil aqliyah.
KELOMPOK 2
KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM
A.
PENGERTIAN AKAL DAN FUNGSINYA
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, yang berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata benda.
Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang
dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat
diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk
membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang
kemampuanya sangat luas.
Diantara fungsi
akal adalah:
1.
Tolak
ukur kebenaran dan kebatilan.
2.
Alat
untuk mencerna berbagai hal dan tinkah laku yang benar.
3.
Alat
penemu solusi ketika permasalahan datang.
B.
PENGERTIAN WAHYU DAN FUNGSINYA
Kata wahyu
berasal dari kata arab الوحى, dan الوحى adalah kata asli Arab yang berarti suara, api dan kecepatan.
Dan ketika الوحى berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat.
Oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat
kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan
ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhadap Nabi-Nya ini sering disebut kalam
Allah yang diberikan kepada Nabi.
Wahyu berfungsi memberi informasi
bagi manusia. Memberi informasi disini maksudnya adalah wahyu memberi tahu
manusia bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, meyempurnakan akal tentang
mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman
yang akan diterima manusia di akhirat, dan lain sebagainya. Selain itu wahyu
juga berfungsi sebagai senjata yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya untuk
melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai
keberadaannya.
C.
KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM
Kedudukan antara akal dan wahyu
dalam Islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat sempurna jika tak
ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal
dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antara wahyu dan akal itu ibarat
penyeimbang. Andai ketika hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu maka
akal akan segera menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai
dengan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut, karena sesungguhnya akal dan
wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya
orang-orang tertentu yang mendapatkannya tanpa seorangpun yang mengetahui. Dan akal
adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
KELOMPOK 3
ZAT, SIFAT, KEKUASAAN, KEADILAN, ILMU DAN PERBUATAN TUHAN
A.
Zat Tuhan
Mengenai Zat Tuhan, Muhammad
Abduh mengemukakan bahwa sesungguhnya hal yang demikian itu merupakan
hal terlarang bagi akal manusia, yakni karena tidak kena mengenanya (tidak seimbang) antara dua wujud
(wujud Khalik dan
wujud akal) dan karena mustahilnya Zat Khalik itu tresusun dari bagian-bagian. Dari segi lain, juga
berarti menghabiskan umur untuk menyelami sesuatu yang tidak akan bisa didapat
dan celaka karena ia akan membawa kepada kerusakan kepercayaan (iktikad). Sebab
ia memberi ketentuan kepada sesuatu (Zat Tuhan) yang tidak diperbolehkan
memberi ketentuannya, dan memberikan kesimpulan kepada sesuatu yang tidak di
perkenankan berbuat demikian terhadap diri-Nya.
Salah satu aliran kalam yaitu aliran Jabariyah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, tetapi
hanya mempunyai zat.
B.
Sifat Tuhan
1.
Mu’tazilah,
golongan ini berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat.
2.
Asy’ariyah,
pandangan golongan ini berlawanan dengan Mu’tazilah. Mereka mengatakan dengan
tegas bahwa Tuhan memiliki sifat.
3.
Maturidiyah,
mengenai sifat Tuhan aliran ini sependapat dengan Asy’ariyah.
C.
Kekuasaan Tuhan
Di antara sifat
yang wajib bagi dzat Yang Wajib ada itu adalah kuasa
(kudrat). Ia merupakan suatu
sifat, yang dengannya Zat Yang wajib Ada itu mengadakan
dan meniadakan apa yang di kehendaki-Nya. Bila telah
jelas, bahwa Zat yang Wajib Ada itulah yang menciptakan alam semesta menurut
kehendak Ilmu dan Iradat-Nya. Maka tidak dapat diragukan lagi,
bahwa “Ia Berkuasa” dengan pasti. Karena perbuatan Zat Yang Mengetahui lagi mempunyai Kemauan dalam apa-apa yang diketahui dan dikehendaki-Nya, tentu hanya bisa terjadi dengan
adanya kekuasaan bagi-Nya untuk berbuat dan tidak lain makna kudrat, kecuali kekuasaan yang penuh dan mutlak
seperti ini.
D.
Keadilan Tuhan
1.
Mu’tazilah,
paham ini mengatakan bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat zalim dengan
memaksakan kehendak kepada hamba-Nya, kemudian mengharuskan hamba itu untuk
menanggung akibat perbuatannya. Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan
untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaaan sedikit pun dari Tuhan. Dengan
kebebasan itulah manusia dapat bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Tidaklah adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada hambanya tanpa mengiringinya
dengan kebebasan dalam berbuat.
2.
Asy’ariyah,
paham ini mengartikan keadilan Tuhan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya,
yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta
mempergunakannya sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, keadilan Tuhan
mengandung arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan
dapat berbuat sekehendak hatinya.
3.
Maturidiyah.
E.
Ilmu Tuhan
Di antara sifat
yang wajib bagi Zat Yang Wajib ada, adalah sifat “Ilmu” (maha mengetahui). Yang
dimaksud ialah terbukanya tabir sesuatu bagi Zat yang telah tetap sifat itu
baginya yakni yang menjadi sumber, pokok pangkal bagi terbukanya tabir sesuatu
itu. Sebab sifat ilmu, termasuk sifat-sifat wujudlah yang menjadi sifat Yang Wajib ada. Segala sifat yang
dipandang menjadi kesempurnaan bagi wujud, wajiblah ada pada diri-Nya.
F.
Perbuatan Tuhan
1.
Mu’tazilah,
golongan ini berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang
dikatakan baik. Namun, ini
tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak
melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk
itu. Ayat yang digunakan sebagai dalil untujk memperkuat pendapatnya adalah QS.
Al-anbiyaa ayat 23 dan QS. Ar-rum ayat 8.
2.
Asy’ariyah,
menurut golongan ini faham kewajiban tuhan berbuat baik dan terbaik bagi
manusia (ash-shalah wa al-ashlah), sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah
diatas tidak dapat diterima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan. Jadi menurut aliran ini Tuhan tidak mempunyai kewajiban
apa-apa.
3.
Maturidiyah,
golongan ini dibedakan menjadi 2, yaitu Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah
Bukhara. Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah
menyangkut hal-hal yang baik saja, oleh karena itu Tuhan berkewajiban melakukan
hal yang baik bagi manusia. Sedangkan Maturidiyah Bukhara mempunyai pandangan
yang sama dengan Asy’ariyah mengenai paham bahwa Tuhan tidak mempunyai
kewajiban.
KELOMPOK 4
KONSEP IMAN, TAKDIR DAN KEBEBASAN MANUSIA
A.
IMAN
Dalam pembahasan ilmu kalam, konsep
iman terbagi menjadi 3 golongan:
1.
Iman
adalah tasdiq di dalam hati akan wujud Allah dan keberadaan nabi
dan rasul Allah.
2.
Iman
adalah tasdiq di dalam hati dan diikrarkan dengan lidah.
3.
Iman
adalah tasdiq di dalam hati, ikrar
dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan.
Iman menurut aliran-aliran kalam,
yaitu:
1.
Khawarij. Kaum Khawarij berpendapat
bahwa yang dikatakan iman itu bukan pengakuan dalam hati dan ucapan lisan saja,
tetapi amal ibadah menjadi rukun iman juga.
2.
Murjiah.
Iman menurut Murji’ah adalah terletak pada tashdiq qolbu, adapun ucapan dan
perbuatan tiadak selamanya menggambarkan apa yang ada dalam qolbu.
3.
Mu’tazilah.
Menurut mu’tazilah Iman adalah tashdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan dan
dibuktikan dengan perbuata. Pendapat mu’tazilah ini sama dengan pendapat yang
dianut olah Khawarij.
4.
Asy’ariyah.
Golongan ini berpendapat bahwa iman adalah tashdiq
bi al-qalb (membenarkan dengan hati).
5.
Maturidiyah Samarkand. Golongan ini
berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi
al-qalb, bukan semata-mata ikrar bi
al-lisan.
B.
TAKDIR
1.
Jabariyah
mengatakan bahwa
perbuatan manusia pada hakikatnya adalah perbuatan Allah, manusia tidak bisa
berbuat apa-apa.
2.
Asy’ariyah,
aliran ini sependapat dengan Jabariyah tentang masalah takdir.
3.
Mu’tazilah
mengatakan bahwa perbutan manusia adalah perbuatan mereka sendiri, dan manusia
bebas untuk berbuat. Mereka juga berpendapat bahwa manusia mampu melakukan
usaha secara mandiri tanpa intervensi Tuhan.
4.
Qadariyah,
dalam masalah takdir aliran ini sependapat dengan Mu’tazilah. Menurut mereka
segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan.
C.
KEBEBASAN MANUSIA
1.
Mu’tazilah.
Menurut mu’tazilah, kemauan atau kebebasan manusia untuk mewujudkan
perbuatannya adalah kemauan dan daya manusia sendiri dan tidak ada turut campur
di dalamnya kemauan dan daya Tuhan. Oleh karena itu perbuatan manusia adalah
sebenarnya perbuatan manusia dan bukan perbuatan Tuhan.
2.
Berbeda
dengan kaum mu’tazilah, paham al-Asy’ari berpendapat bahwa bentuk kebebasan
manusia tidak mutlak, manusia adalah tempat berlakunya perbuatan Tuhan, dan perbuatan-perbuatan
Tuhan mengambil tempat dalam diri manusia.
3.
Al-Maturidi
menyebut bahwa kebebasan manusia dalam berbuat adalah daya yang diciptakan oleh
manusia itu sendiri dan perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam
arti sebenarnya.
KELOMPOK 5
TASAWUF
A.
PENGERTIAN TASAWUF
a.
Menurut Bahasa (etimologi)
Tasawuf berasal
dari kata “shuf” yang artinya “wol kasar”, karena orang-orang sufi
selalu memakai pakaian tersebut sebagai lambang kesederhanaan. Kaum sufi
berusaha untuk menghindari kemaksiatan dan penyelewengan terhadap contoh
teladan yang telah diberikan oleh Rosulullah SAW dan para sahabat. Mereka
mengasingkan diri dan tekun beribadah dan lebih mengutamakan kesucian jiwa.
b.
Menurut
Istilah (terminologi)
1.
Al-Kanani
Tasawuf adalah ahlak, maka barang siapa yang
bertambah ahlaknya, bertambah pula kesuciannya.
2.
An-Nuri
Tasawuf bukanlah lukisan atau ilmu, tetapi ahlak.
Bila merupakan lukisan, tasawuf akan dapat dicapai dengan dasar kesungguhan.
Bila merupakan ilmu, tasawuf akan dapat dicapai dengan belajar.
3.
Sahal bin Abdillah
Tasawuf adalah menyedikitkan makan, sungguh-sungguh
dalam beribadah kepada Allah SWT, dan lari dari manusia.
B.
SEJARAH TASAWUF
Tasawuf dalam islam, menurut para
ahli sejarah sebagai ilmu yang berdiri sendiri lahir sekitar abad kedua atau
awal abad ketiga Hijriah. Pembicaraan para ahli tentang lahirnya tasawuf lebih
banyak menyoroti faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf. Dimana
faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor ekstern dan faktor intern.
a.
Faktor
ekstern
Banyak
pendapat yang telah dikemukakan sekitar faktor ekstren ini, antara lain sebagai
berikut :
1. Tasawuf
lahir karena pengaruh dari paham kristen yang menjauhi dunia dan hidup
mengasingkan diri di biara-biara.
2. Taswuf
lahir karena pengaruh dari filsafat Phytagoras yang berpendapat bahwa roh
manusia kekal dan berada didunia sebagai orang asing.
3. Munculnya
tasawuf dalam islam sebagai pengaruh dari filsafat emanasi Plotinus yang
membawa paham bahwa wujud memancar dari dzat Tuhan.
4. Tasawuf
lahir atas pengaruh paham Nirwana. Menurut ajaran Budha bahwa seorang harus
meninggalkan dunia dan melakukan kontemplasi.
5. Tasawuf
lahir karena pengaruh ajaran Hinduisme yang mendorong manusia meninggalkan
dunia dan berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan demi tercapainya persatuan
antara Atman dan Brahman.
b. Faktor
intern
Sebagian ahli lebih menekankan faktor
intern lah yang melatarbelakangi lahirnya tasawuf. Menurut mereka, lahirnya
tasawuf islam dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang ada dalam islam itu
sendiri, bukan karena pengaruh dari luar. Faktor-faktor intern itu ditemukan
dalam Al-qur’an, hadis dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana yang terfapat dalam QS. Al-Baqarah: 186 dan QS. Qaf: 16. Selain itu, hadis yang dipandang mengilhami lahirnya
tasawuf di dunia islam adalah yang artinya:
“Barang
siapa yang mengenal dirinya sendiri, ia akan mengenal Tuhannya.”
C.
POKOK-POKOK AJARAN TASAWUF
Didalam
ajaran tsawuf, terdapat beberapa hal yang merupakan pokok dari pada tasawuf
tersebut yakni:
1. Ma’rifah
Dari segi bahasa, ma’rifah berasal dari
kata (arafa-ya’rifu-irfan-ma’rifah) yang artinya pengetahuan atau pengalaman.
Ma’rifah merupakan mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat
melihat Tuhan. Selain itu, Ma’rifat
dapat diartikan pula pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang Tuhan yang
diperoleh melalui sanubari.
2. Mahabbah
Kata mahabbah berasal dari kata (ahabba-yuhibbu-mahabatan)
yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan, atau
cinta yang mendalam.
3. Al-Fana wal Baqa
Menurut bahasa fana artinya hilangnya
wujud sesuatu. Fana merupakan hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya
sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada dirinya. Selain itu, fana
juga dapat diartikan bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat
ketuhanan, atau bisa juga diartikan hilangnya sifat tercela. Sebagai akibat
dari fana adalah baqa. Secara harfiah baqa artinya kekal, sedang menurut yang
dimaksud kaum sufi, baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat
Tuhan dalam diri manusia.
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa
yang dimaksud dengan fana ialah lenyapnya sifat-sifat basyariah, ahlak yang
tercela, kebodohan dan perbuatan maksiat dari diri manusia. Sedangkan baqa
adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, ahlak yang terpuji, ilmu pengetahuan dan
kebersihan diri dari dosa dan maksiat. untuk mencapai baqa ini perlu dilakukan
usaha-usaha seperti bertaubat, berdzikir, beribadah, dan menghiasi diri dengan
ahlak yang terpuji. Adapun konsep fana dan baqa ini dapat dilihat dalam QS. Al- Rahman: 26-27.
4. Ittihad
Ittihad artinya penyatuan batin atau
rohaniah dengan Tuhan. Oleh karena itu, Ittihad merupakan tahap bersatunya
batin antara sufi dengan Tuhan, hal ini diperoleh setelah seorang sufi hatinya
bersih(suci).
5. Hulul
Hulul merupakan paham yang menyatakan
bahwa dalam diri manusia terdapat sifat-sifat ketuhanan dan sifat kemanusiaan.
Dengan adanya sifat tersebut memungkinkan bahwa tuhan dengan manusia bisa
bersatu menjadi satu kesatuan.
6. Wahdatul Wujud
Wahdat al-Wujud adalah ungkapan yang
terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat artinya sendiri,
tunggal, atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat
al-wujud berarti kesatuan wujud. Selain itu dapat diartikan juga wahdatul wujud
adalah suatu paham yang menyatakan bahwa antara manusia dan tuhan pada
hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Paham wahdatul wujud ini, mengisyaratkan
bahwa pada manusia ada unsur lahir dan batin, dan pada Tuhan pun ada unsur
lahir dan batin. Dalam al-Quran ada ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan memiliki
unsur zahir dan batin sebagaimana dikemukakan paham wahdatul wujud yaitu dalam
QS. Al-Hadid, 57: 3.
7. Insan Kamil
Insan kamil berasal dari bahasa arab
yang terdiri dari dari dua kata yaitu insan dan kamil. Secara harfiah, insan
berarti manusia, sedangkan kamil artinya sempurna. Dengan demikian insan kamil
artinya manusia yang sempurna. Insan kamil juga diartikan dengan manusia yang
memiliki tingkat kesempurnaan, hal ini disebabkan karena semua potensi batinnya
bekerja dengan baik, seperti intelektualnya, intuisi, kerohanian, dan fitrahnya.
8. Tarekat
Dari segi bahasa, tarekat berasal dari
bahasa arab thariqat yang artinya
jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Jadi tarekat dapat diartikan suatu
jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi, dimana didalam ajaran tarekat
tersebut terdapat amalan-amalan ibadah dan lain sebagainya yang bertujuan untuk
berada sedekat mungkin dengan Allah SWT secara rohaniah.
KELOMPOK
6
AKHLAK
ISLAMI
A.
PENGERTIAN AKHLAK ISLAMI
Akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqa yang berarti mencipta, membuat,
menjadikan. Akhlaq adalah kata yang
berbentuk mufrad, jamaknya adalah khuluqun,
yang berarti perangai, tabiat, adat atau khalqun yang berarti kejadian, buatan,
ciptaan. Jadi, akhlaq (selanjutnya
disebut akhlak = bahasa Indonesia) secara etimologi berarti perangai, adat,
tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat oleh manusia.
Secara sederhana akhlak Islami dapat
diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang
bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal
menempati posisi sebagai sifat.
Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat dalam
jiwa, maka perbuatan dikatakan akhlak jika terpenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1.
Perbuatan itu
dilakukan berulang-ulang.
2. Perbuatan itu timbul dengan sangat mudah tanpa berfikir
panjang terlebih dahulu sehingga berperilaku spontan.
B.
RUANG LINGKUP AKHLAK ISLAMI
Ada
beberapa ruang lingkup akhlak islami, yaitu:
1.
Akhlak Terhadap Allah
Ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah,
yaitu:
a.
Karena Allah lah yang telah menciptakan manusia. (QS. al-Thariq, 86:5-7)
b.
Karena Allah lah yag telah memberikan
perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan
hati sanubari, disamping aggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. (QS. an-Nahl,
16:78).
c. Karena Allah lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya. (QS.
al-Jatsiyah, 45:12-13).
d. Karena Allah lah yang telah memuliakan manusia dengan
diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. (QS. al-Isra’, 17:70).
2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Islam mengajarkan agar manusia menjaga diri
meliputi jasmani dan rohani. Organ tubuh kita harus dipelihara dengan
memberikan konsumsi makanan yang halal dan baik. Apabila kita memakan makanan
yang tidak halal dan tidak baik, berarti kita telah merusak diri sendiri.
Perbuatan merusak ini termasuk berakhlak buruk. Oleh karena itu, Islam mengatur
makan dan minum tidak berlebihan. Sebagaimana diterangkan dalam QS Al-A’raf
[70]: 31.
3. Akhlak Terhadap Keluarga
Akhlak terhadap keluarga meliputi ayah, ibu,
anak, dan keturunannya. Berbuat baik kepada ayah dan ibu walaupun beda amal
perbuatan. Sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Ahqaf [46]: 15.
4. Akhlak Terhadap Masyarakat
Banyak sekali contoh-contoh yang diajarkan
oleh islam tentang akhlak terhadap masyarakat, misalnya Islam mengajarkan
agar seseorang tidak boleh memasuki rumah orang lain sebelum minta izin dan memberi salam
kepada penghuninya. Sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Nur [24]: 27-28.
Kemudian dalam
Islam, tidak boleh menyebarkan berita bohong. Dalam berbisnis juga harus berakhlak.
Jangan curang dalam takaran jual beli (QS Al-Muthaffifin). Urusan yang tidak
tunai harus dicatat baik-baik, teliti, dan jujur (QS Al-Baqarah [2]: 282.
5. Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud
lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik
binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Misalnya kita dilarang membuat kerusakan
di muka bumi ini. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Baqarah [2]: 11-12.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN AKHLAK
Ada 3 aliran yang populer untuk menjelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan akhlak khusunya dan pendidikan pada umumnya.
Ketiga aliran tersebut antara lain:
1.
Nativisme, paham ini berpendapat
bahwa setiap anak manusia yang dilahirkan sudah membawa potensi-potensi tertentu
yang berupa bakat, minat, serta kecenderungan-kecenderungan tertentu yang
bersifat hereditas (keturunan).
2.
Empirisme, teori ini berpendapat
bahwa manusia dilahirkan dengan jiwa yang kosong. Manusia dilahirkan tanpa
potensi dasar apapun sehingga jiwanya diibaratkan seperti kertas putih yang bersih tanpa noda.
Pendidikanlah yang sangat berperan dalam memembentuk dan mewarnai jiwa manusia.
Apabila dalam pertumbuhan dan perkembangannya menerima pendidikan yang baik,
maka ia akan tumbuh menjadi manusia yang bermutu. Sebaliknya, apabila dalam
pertumbuhannya ia menerima pendidikan-pendidikan yang buruk, maka ia akan
tumbuh menjadi manusia yang buruk.
3.
Konvergensi, paham ini berpendapat
bahwa baik buruknya pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi secara
simultan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal yang terdapat dalam
dirinya berupa bakat, minat, dan unsur-unsur hereditas yang diturunkan oleh
orang tua, serta faktor-faktor eksternal berupa pengalaman, pendidikan dan
lingkungan sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar