BAB I
ILMU HADIS
A.
Ilmu Hadis Riwayah
Ilmu Hadis
Riwayah adalah ilmu yang mempelajari penukilan dan periwayatan, yaitu sesuatu
yang di sandarkan kepada Rasulullah SAW., baik berupa ucapan-ucapan, perbuatan
maupun taqrir-taqrirnya (sesuatu yang dilakukan oleh sahabt di hadapan Nabi lau
belaiu menetapkannya), sifat beliau (watak/tabi’at dan sejarah hidup beliau,
baik sebelum atau sesudah di utus). Selain itu, ilmu ini adalah ilmu yang mempelajari
penukilan-penukilan yang disandarkan kepada sahabat Nabi atau tabi’in.
B.
Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu ini disebut juga Ilmu Ushulul Hadits, Ilmu Ushul Riwayat
Hadits, atau Ilmu Musthalahul Hadits dan Musthalah Ahli Atsar. Namun, dari
nama-nama tersebut, ilmu Musthalahul Hadits dan Musthalah ahli Atsar merupakan
istilah yang lebih jelas, sebab mengandung arti lebih tepat dengan materi
pembahasannya. Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkannya dalam risalah yang masyhur
dengan judul Nukhbatul Fikri fi Musthalah ahli Atsar. Musthalah berarti
kaidah-kaidah atau ushul yang disepakati oleh para ahli hadits.
Definisi Ilmu Musthalahul Hadits
Ilmu Musthalahul Hadits
adalah ilmu yang mengkaji tentang matan dari segi marfu’, mauquf, syaz dan sah
tidaknya matan hadits serta mempelajari tentang keadaan sanad dari segi
bersambung tidaknya dan tinggi rendahnya sanad, sebagaimana akan dijelaskan
kemudian.
Objek pembahasan Ilmu Musthalahul Hadits adalah perawi dan
hadits yang diriwayatkannya, dari segi diterima atau ditolaknya. Ulama pertama
yang mengarang kitab bidang Ilmu Musthalahul Hadits adalah al-Qhadhi Abul Hasan
bin Khallad, yang dikenal dengan nama al-Ramahurmuzi.
C.
Keutamaan Ilmu Hadits dan Para Ahlinya (Penggemarnya)
Banyak hadits yang membicarakan keutamaan ilmu Hadits dan ahlinya.
Misalnya:
1.
Diriwayatkan
dari Abu Mas’ud r.a. dia berkata. Rasulullah SAW, bersabda:
“Orang yang paling utama di sisiku adalah orang yang paling banyak
bershalawat kepadaku.” (HR. Turmudzi
dan menghasankannya)
Hadits di atas menyatakan kedudukan mulia bagi para perawi Atsar
dan para penukilnya, karena tidak dapat dipastikan kelompok ulama yang paling
banyak membaca shalawat kepada Nabi SAW selain kelompok ulama yang mengabdikan
dirinya untuk selalu bershalawat kepada Rasulullah SAW dalam majlis Mudzakarah
mereka.
2.
Diriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “saya mendengar Rasulullah SAW bersabda”:
“Semoga Allah menyinari orang yang mendengar haditsku, lalu dia
menyampaikannya sesuai dengan apa yang didengarnya dariku, sebab banyak orang
mendengar dari saudaranya lebih memelihara dan memahami dibandingkan dengan
orang yang mendengar langsung”
(HR. Turmudzi, menurutnya hadit ini hasan dan shahih)
Pada hadits ini,
Rasulullah SAW mengkhususkan do’anya bagi orang-orang yang mau menghafalkan
hadits, mengkaji dan menyampaikannya kepada kaum muslimain.
D.
Asal Makna Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar
Menurut bahasa, Hadits adalah lawan dari Qodim (lama,
kuno) sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan dan ketetapannya.
Sunnah menurut bahasa
adalah jalan. Menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW berupa ucapan, perbuatan maupun taqrir.
Khabar menurut bahasa
adalah lawan dari kata insya’, sedangkan menurut istilah adalah:
a.
Sinonim
dengan hadits
b.
Ada
yang mengatakan sesuatu yang datang dari selain Nabi, sedangkan hadits adalah
sesuatu yang datang dari Nabi SAW. Orang yang berkecimpung dalam hadits disebut
Muhaddits, sedangkan yang berkecimpung dalam sejarah dan lainnya disebut ikhbary.
c.
Hadits
lebih khusus daripada khabar.
Atsar
menurut bahasa adalah sisa rumah atau lainnya. Menurut istilah, ada
yang mengatakan:
a.
Sinonim
dengan arti hadits sebagaimana dikatakan Nawawi. Para Muhaddisin
menyebut hadits marfu’ dan hadits mauquf dengan atsar.
b.
Atsar
(Segala sesuatu yang datang dari sahabat) diterapkan pada hadits mauquf,
kemungkinan karena atsar itu merupakan bekas dari sesuatu, sedangkan khabar
adalah sesuatu yang diberitakan karena perkataan sahabat itu bekas dari sabda
Nabi SAW dan asal pemberitaan itu dari Nabi SAW, maka sangatlah tepat kalau
perkataan sahabat disebut atsar, sedangkan sabda Nabi SAW disebut khabar.
E.
Hadits Qudsi
Hadits Qudsi adalah hadits
yang dinisbahkan pada al-Quds (suci dan bersih). Sedangkan menurut
istilah hadits qudsi adalah segala sesuatu yang disandarkan oleh Rasulullah SAW
kepada Allah SWT, tetapi bukan Al-Qur’an. Misalnya:
“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya Aku haramkan kezaliman atas
diri-Ku dan Aku mengharamkan kezaliman pada diri kamu, maka janganlah kamu
saling mendzalimi.” (al-Hadits)
F.
Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan al-Qur’an
Al-Qur’an
mempunyai kelebihan dan ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki oleh hadits,
yaitu:
a.
Al-Qur’an
merupakan mu’jizat yang kekal, terpelihara dari segala perubahan dan pergantian
dan seluruh lafaz, huruf-huruf dan redaksinya bersifat mutawatir.
b.
Diharamkan
meriwayatkan al-Qur’an dengan makna yang dikandungnya saja.
c.
Al-Qur’an
haram disentuh dan dibaca oleh orang yang berjunub, berhadas dan lain-lain.
d.
Al-Qur’an
disyari’atkan membacanya di dalam shalat.
e.
Diberikan
nama “al-Qur’an”.
f.
Membaca
al-Qur’an merupakan ibadah, satu huruf dibalas sepuluh kebaikan.
g.
Tidak
boleh memperjualbelikan ayatnya (menurut riwaya Imam Ahmad), sedangkan menurut
Imam Syafi’ hal demikian itu adalah makruh.
h.
Sejumlah
lafaz al-Qur’an disebut ayat, dan jumlah tertentu (yang telah dibataskan) dari
ayat-ayat disebut makruh.
i.
Lafaz
dan maknanya dari Allah berdasarkan wahyu (dalil) yang jelas menurut
kesepakatan ulama.
BAB II
MACAM-MACAM ILMU HADITS
1.
Hadits Shahih
Menurut bahasa,
kata shahih adalah lawan dari kata Maridh (sakit). Sedangkan
menurut istilah, yaitu hadits yang mengandung kriteria qabul (memenuhi
syarat-syarat hadits yang diterima), yaitu:
a.
Ittishal al-Sanad, artinya
sanad hadits yang diriwayatkan oleh para perawinya dari para gurunya dan
gurunya menrima dari gurunya, demikian sampai akhir sanad.
b.
Keadilan
perawi, yaitu keadilan seorang perawi dalam meriwayatkan hadits. Yang dimaksud
dengan adil adalah Muslim, selamat dari kefasikan, dan tidak melakukan
perbuatan yang rendah dan hina.
c.
Sempurna/kuatnya
hafalan perawi, maksudnya adalah perawi hadits mampu menjaga hafalannya dan
bisa mengungkapkan kembali kapan saja dia mau.
d.
Sunyi/bebas
dari sifat-sifat syaz, yaitu periwayatan yang dilakukan oleh perawi tsiqah
(dapat dipercaya), tidak meyalahi periwayatan perawi-perawi yang lebih tsiqah
darinya.
e.
Bebas
dari illat (cacat), maksudnya dalam hadits tersebut tidak terdapat unsur illat.
Illat adlah sifat jelek yang tersembunyi dalam penerimaan hadits walaupun pada
zahirnya tidak ada cacat.
2.
Al-Hasan (Hadits Hasan)
Arti Hasan menurut bahasa adalah sesuatu yang disukai oleh nafsu.
Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang sanadnya bersambung, dinukil
(diriwayatkan) oleh perawi yang adil, tetapi hafalannya tidak sekuat haalan
perawi hadits shahih dan isinya tidak mengandung syaz dan illat.
Adapun syarat-syarat hadits hasan ada lima, yaitu:
1.
Sanadnya
bersambung.
2.
Perawiny
adil.
3.
Hafalan
perawinya kuat, tetapi tidak sekuat hafalan perawi hadits shahih.
4.
Isi
haditsnya bebas dari syaz.
5.
Haditsnya
tidak mengandung illat.
Hukum Hadits Hasan
Hukum
penggunaan dan pengalaman haidts hasan sama dengan hukum penggunaan dan
pengalaman hadits shahih walaupun kekuatannya tidak sama dengan hadits shahih.
3.
Al-Dha’if (Hadits Dha’if)
Menurut bahasa kata Dha’if berasal dari kata al-Dha’fu yaitu
lawanan dari kata al-Quwwah. Menurut istilah, dha’if adalah hadits yang tidak
memenuhi kriteria-kriteria hadits shahih dan hadits hasan dan ditolak sebagai
hujjah.
Hukum Hadits Dha’if
Hadits dha’if
tidak boleh dipakai (diamalkan) dalam aqidah dan syari’ah, tetapi hanya
diamalkan dalam Fadha’il al-A’mal (keutamaan amal), al-Targhib (mendorong untuk
berbuat baik), al-Tarhib (ancaman dari melakukan maksiata) dan penuturan
sejarah. Itupun dengan syarat-syarat yang terinci pada pembahasan yang lebih
lanjut.
4.
Al-Marfu’ (Hadits Marfu’)
Marfu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa
ucapan atau perbuatan maupun taqrirnya. Dinamakan marfu’, karena derajatnya
yang tinggi, disandarkan kepada Nabi SAW., baik sanadnya bersambung atau tidak.
a.
Macam-macam Hadits Marfu’
Hadits
marfu’ dibagi dua, yaitu:
a)
Raf’un
Tashrihy, yaitu hadits yang terdapat padanya kalimat:
قا ل
رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Rasulullah
SAW. Bersabda”
Atau
عن
رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Diriwayatkan dari Rasulullah SAW”.
b)
Raf’un
Hukmy, yaitu hadits yang tidak jelas disebutkan oleh perawinya ungkapan:
قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Rasulullah
SAW. Bersabda”
b.
Hukum Hadits Marfu’
Hadits
marfu’ kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dhaif.
5.
Al-Musnad ((المسند
Musnad ialah kitab yang berisi hadits-hadits yang disandarkan
kepada para sahabat. Definisi lain, Musnad adalah hadits yang sanad para perawinya bersambung sampai kepada Nabi
SAW.
Hukum musnad bisa shahih, hasan dan bisa juga dha’if, tergantung
kriteria-kriteria perawinya.
6.
Al-Muttashil (المتصل)
Al-Muttasil adalah hadits yang bersambung mata rantai sanadnya,
setiap perawi mendengar langsung dari generasi di atasnya sampai dengan sanad
terakhir. Baik sanad terakhirnya Nabi SAW. Atau seorang sahabat.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui bahwa musnad lebih
khusu dari muttashil. Maka setiap musnad pasti muttashil dan bukan setiap
muttashil itu musnad. Dan hukum muttashil adalah seperti hukum musnad.
7.
Al-Mauquf (الموقوف)
Hadits mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada seorang sahabat
berupa ucapan maupun perbuatan, baik sanadnyaa bersambung ataupun tidak.
Hadits mauquf berupa ucapan, misalnya:
قال ابن عمر رضيى الله عنه كذا ، ... قال ابن مسعود كذا ...
“Ibnu Umar berkata begini...”, Ibnu Mas’ud
berkata begini...”
Dan hukum hadits mauquf adalah sama dengan hadits musnad dan
muttashil.
8.
Al-Maqthu’ (المقطوع)
Maqthu’ adalah hadits yang disandaarkan kepada para tabi’in berupa
ucapan ataupun perbuatan, baik sanadnya bersambung maupun tidak. Hadits ini dinamakan
maqthu’, karena tidak nyambung sanadnya kepada para sahabat atau Nabi SAW.
Hadits maqthu’ tidak bisa dijadikan hujjah kecuali ada indikasi
marfu’ kepada Nabi SAW, maka dalam hal ini berlaku pula hukum marfu’. Demikian
juga kalau ada indikasi mauquf, maka berlaku pula hukum hadits mauquf.
9.
Al-Munqathi’ (المنقطع)
Munqathi’ adalah hadits yang salah satu sanadnya gugur, tapi yang
gugur itu bukan sahabat;
1.
Baik
perawinya gugur di satu tempat atau lebih, tapi perawi yang gugur tersebut
tidak boleh lebih dari satu. Kalau memang demikian, maka hal itu adalah
munqathi’ pada dua atau tiga tempat bahkan lebih.
2.
Baik
perawi yang gugur itu di awal sanad atau di tengahnya.
Hadits di atas tergolong hadits
dha’if. Dan termasuk dalam golongan hadits ini adalah hadits marfu’ mursal dan
hadits mauquf.
10. Al-Mu’dhal (المعضل)
Hadits mu’dhal adalah hadits yang sanadnya gugur dua tingkat secara
berurutan, seperti gugurnya seorang sahabat dan tabi’in, atau gugurnya seorang
tabi’i dan tabi’tabi’i, atau gugurnya dua sanad sebelumnya.
Akan tetapi bila hanya satu perawi yang gugur diantara dua orang,
lalu pada tingkatan lain gugur perawi lainnya, maka disebut hadits Munqathi’,
sebagaimana keterangan yang lalu. Hadits Mu’dhal tergolong hadits dha’if.
11. Al-Mursal (المرسل)
Kata mursal adalah shigah isim maful, diambil dari kata Irsal yang
berarti bebas. Jadi mursal adalah hadits yang terbebaas dari ikatan semua
perawinya, karena mereka tidak menyebutkan orang yang diirsalkan.
Secara terminologi, mursal adalah hadits yang dirafa’kan oleh
seorang tabi’i kepada Nabi SAW, artinya ia berkata: “Rasulullah SAW
bersabda...”.
Hukum Hadits Mursal
Menurut mayoritas ulama muhaddits di antaranya adalah Imam Syafi’i,
bahwa hadits mursal hukumnya dha’if. Adapun menurut Imam Malik hadits mursal
dapat dijadikan hujjah, baik dalam hukum maupun lainnya.
12. Al-Mu’allaq (المعلق)
Hadits mu’allaq
adalah hadits yang sanad pertamanya digugurkan satu tingkatan atau lebih, baik
secara berurutan atau tidak, bahkan sampai sanad terakhir sekalipun. Dan hadits
ini tergolong hadits dha’if.
Contoh hadits
mu’allaq, ucapan seorang rawi yang mengatakan “bersabda Rasulullah SAW., atau Abu
Hurairah berkata, atau Zuhri berkata begini...”, tanpa menyebutkan sanadnya,
padahal antara perawi dengan Nabi SAW., sahabat dan tabi’in lebih dari satu
perawi.
13. Al-Musalsal (المسلسل)
Al-Musalsal berarti hadits yang mata rantai para perawinya saling
bersambung antara yang satu dengan yang lainnya, satu sifat dalam periwayatan
dan pengisnadannya.
Hadits musalsal bermacam-macam cara mengetahuinya, diantaranya:
a.
Ucapan
para perawinya
b.
Perbuatan
para perawinya
c.
Cara-cara
menerima haditsnya dengan “mendengar”, maka setiap perawi dari perawi pertama
sampai perawi terakhir akan mengatakan “saya mendengar fulan...”
Hukum Hadits Musalsal
Bersambungnya mata rantai para perawi hadits tidak bisa menjamin
keselamatan mata rantai itu dari kelemahan, tetapi tidak pula matannya. Sebab,
matan haditsnya terkadang shahih, sementara mata rantai sanadnya tak lepas dari
penilaian para ahli hadits.
14. Al-Gharib (الغريب)
Secara etimologi, kata gharib adalah orang yang terasing. Secara
terminologi adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi dari
perawi lain yang meriwayatkan haditsnya. Dinamakan gharib karena kesendirian
seorang perawi dari perawi lainnya, seperti terasingnya seseorang dari tanah
kelahirannya.
Hukum hadits gharib terkadang bisa menjadi hadits shahih dan hasan,
namun pada umumnya adalah dha’if.
15. Al-Aziz (العزيز)
Hadist aziz secara terminology adalah hadits yang pada salah satu
tingkatan mata rantai perawinya terdiri dari dua orang perawi, walaupun setelah
itu diriwayatkan oleh seratus perawi.
Hukum hadits aziz terkadang bisa menjadi shahih atau hasan bahkan
dha’if.
16. Al-Masyhur (المشهور)
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang
perawi atau lebih pada salah satu tingkatan, walaupun setelah itu diriwayatkan
oleh jama’ah.
Hukum hadits masyhur kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang
dha’if.
17. Al-Mutawatir (المتواتر)
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok
orang yang tidak mungkin mereka sepakat untuk melakukan kebohongan (berdusta),
dengan syarat hadits yang disandarkannya berdasarkan panca indra. Lebih
jelasnya, syarat-syarat tersebut ada empat yaitu:
a.
Diriwayatkan
oleh banyak orang
b.
Secara
akal sehat, mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta
c.
Para
perawinya bersambung dari sanad pertama sampai terakhir
d.
Hadits
yang disandarkannya berdasarkan panca indera
18. Al-Mu’an ‘an (المعنعن)
Hadits Mu’an‘an adalah periwayatan hadits yang menggunakan lafaz
‘an (عن) dari fulan, tanpa disertai penjelasan
darimana dia mendengat, menerima atau mengkhabarkan (menceritakan) hadits
tersebut. Hadits Mu’an’an kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dha’if.
19. Al-Mubham (المبهم)
Hadits Mubham adalah hadits yang terdapat pada sanad atau matannya
seorang perawi laki-laki atau perempuan yang kedua-duanya tidak disebut
namanya. Contohnya dari Sufyan dari seorang laki-laki.
Apabila mubham yang terdapat pada sanad tersebut tidak diketahui ,
maka haditsnya lemah (dha’if), sebaliknya kalau mubhamnya terdapat di matannya,
maka haditsnya kuat.
20. Al-Mudallas (المدلس)
Secara etimologi Mudallas diambil dari kata al-Dals, artinya
bersatunya kegelapan dengan cahaya. Dinamakan demikian, karena keduanya
sama-sama tersembunyi. Secara terminologi hadits mudallas adalah hadits yang
disamarkan oleh para perawi.
Tadlis dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Tadlis
al-isnad
b.
Tadlis
al-syuyukh
21. Al-Syaz wa al-Mahfuzh (الشاذوالمحفوظ)
Syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah, tetapi
menyalahi perawi lain yang lebih tsiqah (kuat), baik pada matan atau sanad,
dengan melakukan penambahan atau pengurangan dan tidak dapat dikompromikan
antara keduanya, sehingga harus diterima salah satunya. Namun kalau mungkin
dikompromikan, bukan disebut syaz. Dan hadits syaz memang berbeda dengan hadits
mahfuzh.
Hadits syaz tidak bisa dijadikan hujjah (dha’if), sedangkan hadits
Mahfuzh dapat dijadikan hujjah (maqbul).
22. Al-Munkar wa al-Ma’ruf (المنكروالمعروف)
Munkar adalah hadits yang diriwayatkan seorang perawi lemah dan
menyalahi riwayat perawi lain yang lebih tsiqah. Lawan dari mungkar adalah
ma’ruf yaitu, hadits yang diiriwayatkan oleh perawi tsiqah yang menyalahi
hadits riwayat perawi lemah.
Hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah disebut hadits ma;ruf,
sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh perawi lemah disebut hadits mungkar.
Hadits mungkar tidak bisa dijadikan hujjah (mardud), sedangkan
hadits ma’ruf dapat dijadikan hujjah.
23. Al-‘Aly wa al-Nazil
Sanad ‘Aly adalah hadits yang sanadnya sedikit, sedangkan nazil
adalah hadits yang benyak pengisnadnya. Dan ‘Aly adalah lebih afdhal, karena
sanadnya lebih dekat dari Nabi SAW., dekat dari kitab-kitab hadits shahih atau
imam hadits yang bersambung sanadnya dengan rawi.
Hukum hadits ini, kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang
dha’if.
24. Al-Madarraj (المدرج)
Secara etimologi, mudraj terambil dari kata idraj yaitu idkhal,
artinya memasukkan. Sedangkan menurut terminologi ada dua macam yaitu mudraj
matan dan mudraj isnad.
Adapun mudraj matan adalah penambahan lafazh pada matan hadits oleh
seorang perawi, tapi dia tidak menerangkan bahwa tambahan tersebut tidak
termasuk hadits. Hukum hadits ini sama dengan hadits sebelunya (‘Aly), yaitu
terkadang shahih, hasan dan terkdang dha’if.
25. Al-Mudabbaj (المدبج)
Al-mudabbaj adalah hadits yang pada sanadnya terdapat periwayatan
seorang perawi dari temannya yang semasa dengannya. Misalnya periwayatan Siti
Aisyah dari Abu Hurairah atau sebaliknya. Hukum hadits ini sama dengan hukum
hadits yang lalu (hadits mudarraj).
26. Al-Muttafiq wa al-Muftariq
Al-Muttafiq wa al-Muftariq adalah kesamaan nama para perawi, baik
ucapan maupun tulisannya, tetapi berbeda maksudnya, dan hal ini disebut
persamaan lafazh. Contoh seperti (Khalil bin Ahmad) merupakan nama dari enam
orang perawi.
27. Al-Mu’talif wa al-Mukhtalif
Mu’talif dan Mukhtalif adalah hadits yang sama tulisannya, tapi
berbeda lafazhnya atau bacaannya. Seperti kata Asid dengan Usaid, Hamid dengan
kata Humaid dan kata ‘Amarah denagn kata ‘Umarah.
28. Al-Maqlub (المقلوب)
Hadits maqlub adalah hadits yang terdapat pada matan atau sanadnya
pergantian suatu lafaz dengan lafaz yang lain. Maqlub terbagi menjadi dua,
yaitu:
1.
Maqlub
sanad, contoh: mendahukukan ayah perawi daripada anaknya (rawi). Misalnya Ka’ab bin Murrah, dikatakan Murrah
bin Ka’ab.
2.
Maqlub
pada matan, adalah membuat suatu kalimat atau beberapa kalimat pada matan
hadits dengan redaksi yang tidak popular.
29. Al-Mudhtharib (المضطرب)
Hadits Mudhtharib adalah hadis yang riwayat-riwayatnya masih
diperselisihkan, karena ada perbedaan riwayat dari seorang rawi. Dalam arti bahwa
periwayatan yang satu dengan yang lain adalah berbeda.
Hadits Mudhtharib adalah hadits dha’if karena tidak ada tanda-tanda kesempurnaan
periwayatannya.
30. Al-Mu’allal (المعلل)
Hadits Mu’allal adalah hadits yang di dalamnya terdapat cacat yang
tercela dan tersembunyi, namun pada zahirnya tidak mengandung cacat. Misalnya,
pengurangan pada sanad dan matan.
31. Al-Matruk (المترك)
Matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang
telah disepakati kedha’ifannya. Contohnya: periwaytan Amr bin Syam, dari Jabir.
Amr disebut sebagai Matrukul Hadits, berarti haditsnya ditinggalkan.
Hadits matruk adalah hadits yang gugur kredebilitasnya, karena
sangat lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah/dalil.
32. Al-Maudhu’ (الموضوع)
Hadits maudhu’ adalah hadits yang dimanipulasi oleh pendusta dengan
mengatasnamakan Rasulullah SAW., seorang sahabat dan tabi’in. Dan unsur-unsur
munculnya hadits palsu adalah kurangnya ilmu agama, mempertahankan sebuah
mazhab, membela kejahilan dan mencari muka di hadapan para penguasa dengan cara
menyanjung mereka.
Hadits maudhu’ adalah bathil. Meriwayatkan hadits ini adalah haram,
kecuali sebagai peringatan dan pengetahuan bagi para pecinta ilmu.
BAB III
SAHABAT
1.
Definisi Sahabat
Sahabat adalah orang yang bertemu dengan Rasulullah SAW lalu
beriman kepadanya hingga akhir hidupnya. Definisi ini menurut mayoritas para
ahli hadits.
2.
Keadilan Sahabat
Seluruh sahabat bersifat adil, baik mereka yang masih kecil maupun
yang besar dan termasuk mereka yang terlibat fitnah dalam peperangan antara Ali
dan Mu’awiyah dan yang tidak terlibat
langsung dalam fitnah tersebut.
Hal di atas disepakati oleh Ahl al-Sunnah, sebagai rasa
penghormatan mereka terhadap para sahabat dalam melaksanakan perintah-perintah
Rasulullah SAW. Bahkan setelah beliau wafat. Mereka terus menyebarkan Islam ke
berbagai pelosok untuk mensosislisasikan al-Qur’an dan al-Sunnah, membimbing
dan mengawasi masyarakat dalam menegakkan shalat dan menunaikan zakat serta
ajaran-ajaran lainnya yang mendekatkan diri kita kepada Allah.
3.
Dalil Tentang Keadilan Sahabat
Dalil
tentang kedailan sahabat dari Al-Qur’an diantaranya adalah:
وكذ
لك جعلنكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا
“Begitulah Kami
menjadikan kamu umat yang pertengahan, supaya kamu menjadi saksi atas perbuatan
manusia dan Rasul menjadi saksi bagi perbuatanmu…”
Dalil keadilan sahabat dari al-Sunnah:
خير
القرون قرنى ثم الذين يلونكم.
“Generasi terbaik adalah generasi pada
masaku, kemudian generasi berikutnya”
4.
Jumlah Sahabat
Perlu
diketahui, bahwa membatasi atau menghitung jumlah sahabat r.a. agak sulit bagi
kita, karena mereka tersebar ke berbagai Negara dan daerah. Imam Bukhari
meriwayatkan dalam kitab shahihnya, bahwa Ka’ab bin Malik mengemukakan
orang-orang yang tidak mengikuti perang tabuk dan para sahabat lainnya yang
sangat banyak jumlahnya, hingga tidak ada satupun kitab yang memuat seluruh
sahabat Nabi SAW.
5.
Sahabat Yang Paling Utama
Al-Hafizh
al-Baqi menyebutkan dalam syarah alfiyah-nya, Ahlussunnah sepakat bahwa orang
yang paling utama setelah Rasulullah SAW wafat adalah Abu Bakar kemudian Umar. Pendapat
tersebut dikuatkan oleh Abu Abbas al-Qurtuby, “seluruh ulama salaf dan khalaf
sepakat akan keutamaan mereka berdua, jangan pedulikan pendapat ahli Syi’ah dan
ahli Bid’ah.”
6.
Al-Sabiqun al-Awwalun
Para sahabat
yang termasuk as-Sabiqun al-Awwalun masih diperselisihkan. Dalam hal ini ada
empat pendapat, yaitu:
a.
Para
sahabat yang turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah (Bai’ah al-Ridwan)
b.
Para
sahabat yang pernah melakukan shalat dengan dua qiblat di Masjid Qiblatain.
c.
Para
sahabat Ahli Badr.
d.
Para
sahabat yang masuk Islam sebelum penaklukan kota Mekkah.
7.
Sepuluh Sahabat Yang Langsung Masuk Surga
Diantara
kelebihan/keutamaan para sahabat atas sahabat lainnya adalah masuk surge secara
langsung, yang berjumlah sepuluh orang, yaitu:
1)
Abu
Bakr al-Shiddiq
2)
Umar
bin Khattab
3)
Utsman
bin ‘Affan
4)
Ali
bin Abi Thalib
5)
Abdurrahman
bin Auf
6)
Thalhah
bin Abdullah
7)
Sa’ad
bin Abi Waqqas
8)
Sa’id
bin Zaid bin Amr bin Nufail
9)
Abu
Ubaidah bin Jarrah
10) Al-Zubair bin al-Awwam
8.
Sahabat Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Ada sahabat
yang mendapat kemulian, kelebihan dan keuntungan yang sangat besar yaitu sebagai
perawi hadits Nabi yang terbanyak, berjumlah lebih dari seribu hadits. Oleh
para ulama menyebutnya sebagai Mukatsiran. Mereka adalah Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Siti Aisyah,
Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah dan Abu Sa’id al-Khudry.
9.
Para Tabi’in
Tabi’I adalah
orang yang bertemu dengan seorang sahabat, lalu beriman dengan Nabi SAW. dan
wafat dalam Islam.
Kesucian
tabi’in telah dinyatakan dalam al-Qur’an secara global, dalam firman Allah SWt:
cqà)Î6»¡¡9$#ur tbqä9¨rF{$# z`ÏB tûïÌÉf»ygßJø9$# Í$|ÁRF{$#ur tûïÏ%©!$#ur Nèdqãèt7¨?$# 9`»|¡ômÎ*Î/ Å̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã £tãr&ur öNçlm; ;M»¨Zy_ Ìôfs? $ygtFøtrB ã»yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkÏù #Yt/r& 4 y7Ï9ºs ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊÉÉÈ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”
As-sunnah juga
menyaksikan kesucian mereka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
خير
القرون قرنى ثم الذين يلونكم.
“Generasi terbaik adalah generasi pada
masaku, kemudian generasi berikutnya”
BAB IV
PARA IMAM HADITS DAN KITAB-KITAB
MEREKA
1.
Imam Malik bin Anas
Beliau adalah
Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir al-Ashbahy, seorang imam
Dar- al-Hijrah. Beliau dilahirkan tahun 95 Hijriyah dan wafat di Madinah tahun
179 Hijriyah, dalam usia 84 tahun. Beliau adalah Imam para umat dalam bidang
fiqih dan hadits.
Imam Malik
memiliki kitab bernama al-Muaththa’, dalam menyusun kitab ini beliau
menghabiskan waktu selama 40 tahun.
2.
Imam Ahmad bin Hambal
Beliau adalah seorang imam besar
bernama Ahmad bin Muhammad bin Hambal al-Syaibany. Lahir di Baqdad pada bulan
Rabi’ul Awwal tahun 164 H, wafat juga di Baqdad pada hari jum’at pagi tanggal
12 Rabi’ul Awwal tahun 241 H.
Beliau memiliki
Musnad, yaitu kitab-kitab hadits pilihan yang tersusun lebih dar 750.000 hadits
mencakup 18 Musnad.
3.
Imam al-Bukhari
Nama beliau adalah
Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardazbah al-Ju’fi, lahir di
Bukhara pada hari Jum’at tanggal 13 Syawal tahun 194 H, wafat pada malam Selasa
tahun 256 H. dalam usianya 62 tahun kurang 13 hari, beliau selalu ingat kepada
Allah SWT.
Beliau memiliki
kitab hadits shahih yang terkenl dengan nama Shahih Bukhari, oleh para
ulama dikatakan sebagai kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an.
4.
Imam Muslim al-Hajjaj
Beliau adalah
Abu al-Husaian Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisabury, salah
seorang pemuka ahli hadits yang hafalan dan ketaqwaannya sangat baik. Beliau
dilahirkan di Naisabur tahun 206 H, wafat juga di Naisabur tahun 261 H dalam
usia 55 tahun.
Dia mempunyai
kitab hadits shahih disebut Shahih Muslim. Kitab ini merupakan karyanya
yang terkenal di seluruh dunia, yang ditulis selama 15 tahun dan mencakup
12.000 hadits, sebagai hasil seleksi beliau terhadap 300.000 hadits yang
dimilikinya.
5.
Imam Abu Dawud
Nama beliau
adalah Sulaiman bin Asy’’Ats bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad bin ‘Amr bin
Imaran al-Azady al-Sijistani. Dia lahir tahun 202 H, dan wafat di Basrah
tanggal 14 Syawal tahun 275 H. Beliau memiliki kitab sunan yang terkenal dengan nama Sunan Abu Dawud.
Kitab ini merupakan kitab hadits yang paling mulia, oleh beliau sendiri
menyebutkan kitab tersebut berisi 4.800 hadits shahih, hasan dan dha’if.
6.
Imam al-Tirmizi
Beliau bernama
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah bin Musa bin Dahhak al-Sulamy. Lahir tahun
209 H, dan wafat di Tirmiz pada malam Senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H.
Kitab Jami’
al-Tirmidzi dan Sunan al-Tirmidzi merupakan karya beliau terbesar,
yang mengangkatnya sebagai seorang Imam hadits.
7.
Imam al-Nasa’i
Nama beliau
adalah Abu Abdur Rahman yakni Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bakr bin Sinan
al-Nasa’I. Lahir pada tahun 225 H dan wafat di Makkah tahun 303 H, dimakamkan
di Makkah. Beliau memilki kitab sunan yang terkenal dengan nama Sunan
al-Nasa’i. kitab ini ditulis berdasarkan tema-tema fiqih seperti
kitab-kitab sunan lainnya.
8.
Ibnu Majah
Beliau adalah seorang imam hadits yang bernama Abu Abdillah
Muhammad bin Yazid bin Majah al-Rib’I al-Qazwaini. Disandarkan kepada bangsa
Qazwain, karena dilahirkan dan dibesarkan di sana.
Sebagian ulama berkomentar, bahwa kitab hadits suanan Ibnu Majah
yang dianggap tidak tergolong ke dalam Kutubus Sittah adalah ditolak
(tidak benar).
Dengan dmeikian, para imam inilah dan kitab-kitab mereka yang
paling terkenal dalam ilmu hadits. Kitab-kitab tersebut yakni al-Muwattha’,
Musnad Ahmad, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmiz,
Sunan Nasa’I dan Sunan Ibnu Majah. Kitab-kitab tersebut diistilahkan oleh para
Muhadditsin dengan Kutubus Sitttah.