MAKALAH
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA SELAIN NW
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3
KELAS: IV A
BAIQ WIDIA NITA KASIH (15.1.11.1.015)
BAIQ FARIHA (15.1.11.1.035)
LAELATUL HASANAH (15.1.11.1.196)
MIFTAHUDIN KHAIRI (15.1.11.1.034)
ARIPIN (15.1.11.1.025)
JURUSUN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
ISTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2013
MUHAMMADIYAH
Nama : Baiq Widia Nita Kasih
Nim : 15.1.11.1.015
A.
SEJARAH MUHAMADIYAH
Muhammadiyah
ialah suatu organisasi yang berdasarkan agama Islam, sosial, dan kebangsaan;
sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang
Dunia II dan juga sampai sekarang ini.[1]
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 bertepatan
dengan tanggal 18 Zulhijjah 1330 H, oleh Kiyai Haji Ahmad Dahlan atas saran
yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk
mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.[2]
Organisasi ini
mempunyai maksud “menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad Saw kepada
penduduk bumi putera”, dan “memajukan hal agama islam kepada
anggota-anggotanya”. Untuk mencapai tujuan tersebut, organisasi berupaya
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh di
mana dibicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid
serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan
majalah-majalah.[3]
Usaha
lain untuk mencapai maksud dan tujuan itu ialah dengan:[4]
1.
Mengadakan
dakwah Islam;
2.
Memajukan
pendidikan dan pengajaran;
3.
Menghidup-suburkan
masyarakat tolong menolong;
4.
Mendirikan
dan memelihara tempat ibadah dan wakaf;
5.
Mendidik
dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda supaya kelak menjadi orang Islam yang
berarti;
6.
Berusaha
ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam;
7.
Berusaha
dengan segala kebijaksanaan, supaya ke hendak dan peraturan Islam berlaku dalam
masyarakat. (Anggaran Dasar Muhammadiyah Desember 1950).
Dalam mengarahkan
kegiatan-kegiatan organisasi ini dalam tahun-tahun pertama tidaklah mengadakan
pembagian tugas yang jelas di antara anggota pengurus. Hal ini semata-mata
disebabkan oleh ruang gerak yang masih sangat terbatas yaitu sampai
sekurang-kurangnya tahun 1917 pada daerah Kauman, Yogyakarta, saja. Dahlan
sendiri aktif bertablig, aktif pula mengajar di sekolah Muhammadiyah, aktif
dalam memberikan bimbingan kepada masyarakat untuk melakukan berbagai macam
kegiatan seperti shalat, dan dalam memberikan bantuan kepada fakir miskin
dengan mengumpulkan dana dan pakaian untuk mereka. Sifat sosial dan pendidikan
dari Muhammadiyah memanglah telah diletakkan di dalam masa-masa awal tersebut.[5]
Daerah operasi
Muhammadiyah mulai diluaskan setelah tahun 1917. Pada tahun itu Budi Utomo
mengadakan kongresnya di Yogyakarta (malahan rumah KHA Dahlan dibuat sebagai
pusat dari kongres tersebut) ketika mana KHA Dahlan telah dapat mempesona
kongres itu melalui tablig yang dilakukannya sehingga pengurus Muhammadiyah
menerima permintaan dari berbagai tempat di Jawa untuk mendirikan
cabang-cabangnya. Untuk maksud ini anggaran dasar dari organisasi itu yang
membatasi diri pada kegiatan-kegiatan di Yogyakarta saja, haruslah lebih dahulu
diubah. Ini dilakukan pada tahun 1920 ketika mana bidang kegiatan Muhammadiyah
diluaskan meliputi seluruh pulau Jawa dan pada tahun berikutnya (1921) seluruh
Indonesia.[6]
Mudah
dimengerti bahwa cabang utama yang pertama di luar Jawa didirikan di
Minangkabau. Haji Rasul, yang sangat tertarik pada kegiatan Muhammadiyah itu
pada kunjungannya ke Jawa pada tahun 1925 dan yang menyadari perlunya
organisasi semacam itu untuk daerah asalnya, mengembangkan organisasi ini
dengan mengubah sebuah organisasi lokal di tempat kelahirannya (Sendi Aman
Tiang Selamat) menjadi cabang Muhammadiyah pada tahun yang sama. Dari sinilah
Muhammadiyah itu menyebar ke seluruh daerah Minangkabau dengan bantuan dari
bekas murid-muridnya.[7]
Dalam tahun
1927 Muhammadiyah mendirikan cabang-cabang di Bengkulu, Banjarmasin dan
Amuntai, sedang pada tahun 1929 pengaruhnya tersebar ke Aceh dan Makassar.
Muballig-muballig dikirim ke daerah-daerah tersebut dari Jawa atau Minangkabau
untuk menyebarkan cita-cita Muhammadiyah. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan
bahwa cabang-cabang itu tidaklah hanya merupakan tempat berkumpul orang-orang
yang mempunyai cita-cita yang sama. Memang hal ini terdapat juga, tetapi juga
agar dapat diakui sebagai cabang gerakan Muhammadiyah. Untuk itu, haruslah
diadakan kegiatan yang bersifat permanen, yaitu dengan mendirikan sekolah,
kursus-kursus yang teratur ataupun memelihara anak yatim piatu.[8]
Kegiatan lain
dalam bentuk kelembagaan yang berada di bawah organisasi Muhammadiyah ialah:[9]
1.
PKU (Penolong
Kesengsaraan Umum) yang bergerak dalam usaha membantu orang-orang miskin, yatim
piatu, korban bencana alam dan mendirikan klinik-klinik kesehatan;
2.
Aisyiah,
organisasi wanita Muhammadiyah, menitikberatkan perhatiannya pada kedudukan
wanita sebagai ibu dan pendidik yang mempunyai tanggungjawab besar untuk
kemajuan masyarakat melalui asuhan dan didikan anak dan mengkoordinir kegiatan
remaja putri dalam Nasyiatul Aisyiah;
3.
Hizbul
Watan, berupa gerakan kepanduan Muhammadiyah yang dibentuk pada tahun 1918 oleh
KHA Dahlan;
4.
Majlis
Tarjih, yang didirikan atas dasar keputusan kongres Muhammadiyah di Pekalongan
pada tahun 1927. Fungsi dari majelis ini adalah mengeluarkan fatwa atau
memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu yang dipertikaikan oleh masyarakat
muslim.
Dalam tahun
1925 organisasi ini telah mempunyai 29 cabang-cabang dengan 4.000 orang
anggota, sedangkan kegiatan-kegiatannya dalam bidang pendidikan meliputi:
1.
Delapan
Hollands Inlandse School, sebuah sekolah guru di Yogyakarta;
2.
32
buah sekolah dasar 5 tahun;
3.
Sebuah
Schakelschool;
4.
14
madrasah, seluruhnya dengan 119 orang guru dan 4.000 murid.
Dalam bidang
sosial, ia mencatat dua buah klinik di Yogyakarta dan Surabaya di mana 12.000
pasien memperoleh pengobatan; sebuah rumah miskin dan dua buah rumah yatim
piatu.
Dalam tahun
1929 perserta-peserta dari kongres tahunannya berasal dari hampir semua
pulau-pulau besar di Indonesia (kecuali Kalimantan). Kongres ini mencatat
19.000 anggota Muhammadiyah, sedangkan bagian publikasi dari Muhammadiyah telah
menerbitkan sejumlah 700.000 buah buku dan brosur. Cabang organisasi ini di
Solo telah membuka sebuah klinik mata dan di Malang sebuah klinik lain. Kongres
tahun 1930 yang diadakan di Bukittinggi, tempat pertama kongres di luar Jawa,
mencatat 112 cabang-cabang dengan 24.000 orang anggota. Keanggotaan ini
bertambah menjadi 43.000 pada tahun 1935, tersebar pada 710 cabang-cabang
termasuk 316 di Jawa, 286 di Sumatera, 79 di Sulawesi dan 29 di Kalimantan.
Pada tahun 1938 terdapat 852 cabang-cabang serta 898 kelompok (yang belum
berstatus cabang), seluruhnya dengan 250.000 anggota.
Nama : Baiq Fariha
Nim : 15.1.11.1.035
B.
USAHA MUHAMADIYAH DI BIDANG PENDIDIKAN
Ahmad
Dahlan selaku pendiri organisasi Muhammadiyah ini berpandangan bahwa pendidikan
harus membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
mencapai kemajuan materiil. Oleh k`arena itu, pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup.
Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum
tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun
temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman. Berkaitan
dengan masalah ini, Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat Al-Ra’du yang artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib
suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.[10]
1.
Dasar dan fungsi
lembaga pendidikan
Yang
menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah adalah:
a.
Tajdid;
kesediaan
jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berfikir dan cara berbuat
yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan.
b.
Kemasyarakatan;
antara
individu dan masyarakat supaya diciptakan suasana saling membutuhkan. Yang
dituju adalah keselamatan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
c.
Aktivitas;
anak
harus mengamalkan semua yang diketahuinya dan menjadikan pula aktivitas sendiri
sebagai salah satu cara memperoleh pengetahuan yang baru.
d.
Kreativitas;
anak harus mempunyai kecakapan atau keterampilan dalam menentukan sikap yang
sesuai dan menetapkan alat-alat yang tepat dalam menghadapi situasi-situasi
baru.
e.
Optimisme;
anak harus yakin bahwa dengan keridhaan Tuhan, pendidikan akan membawanya
kepada hasil yang dicita-citakan, asal dilaksanakan dengan penuh dedikasi dan
tanggung jawab, serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang menyimpang dari
segala yang digariskan oleh agama Islam.
Adapun lembaga pendidikannya
berfungsi sebagai berikut:
a.
Alat dakwah ke
dalam dan ke luar anggota-anggota Muhammadiyah. Dengan kata lain untuk seluruh
anggota msayarakat.
b.
Tempat
pembibitan kader, yang dilaksanakan secara sistematis dan selektif, sesuai
dengan kebutuhan Muhammadiyah khususnya dan masyarakat Islam pada umumnya.
Gerak
amal anggota, penyelenggaraan pendidikan diatur secara berkewajiban terhadap
penyelenggaraan dan peningkatan pendidikan itu, dan akan menyekolahkan
anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Muhammadiyah.[11]
2. Penyelenggaraan
Pendidikan
Pendirian organisasi Muhammadiyah
pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H. turut mempercepat
pendirian sekolah-sekolah baru dengan
model yang baru ini. Pada saat yang sama dalam masyarakat sudah mulai
tumbuh kesadaran dan kebutuhan akan ilmu
pengetahuan umum, sehingga kemudian Muhammadiyah mendirikan sekolah di
Karangkajen (1913) Lempuyangan (1915) dan Pasargede (1916). Meningkatnya jumlah
siswa yang belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah menuntut adanya sekolah
guru. Pada tahun 1918, Muhammadiyah membantu sebuah madrasah yang disebut Qism al-Arqa di rumah Ahmad Dahlan.
Sekolah yang menerima lulusan volk school atau mereka yang memiliki latar
belakang pendidikan yang setara ini mengajarkan pendidikan agama dan bahasa
Arab. Lulusan dari sekolah ini diharapkan mampu mengajarkan agama di
sekolah-sekolah pemerintah atau di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Pada tahun
1920, di sekolah-sekolah Muhammadiyah terdapat 787 siswa dan 32 guru.[12]
Perkembangan sekolah Muhammadiyah
mengalami “booming” setelah tahun 1921. Pada tahun itu pemerintah mengeluarkan
peraturan yang memperbolehkan pendirian cabang-cabang Muhammadiyah melakukan
restrukturisasi organisasi, di mana urusan-urusan sekolah yang sebelumnya
ditangani oleh bagian sekolah. Sebagai dampak positif dari adanya lembaga ini,
sekolah-sekolah baru terus dibangun. Pada tahun 1922 Muhammadiyah membangun HIS
Met de Qur’an, yang tingkatnya setara
dengan HIS pemerintah, tetapi mengajarkan pendidikan agama.[13]
Dalam tahun 1927 Muhammadiyah
mendirikan cabang-cabang di Bengkulu, Banjarmasin dan Amuntai, sedang pada
tahun 1929 pengaruhnya tersebar ke Aceh dan Makasar. Muballigh-muballigh
dikirim ke daerah-daerah tersebut dari Jawa atau dari Minangkabau untuk
menyebarkan cita-cita Muhammadiyah. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa
cabang-cabang itu tidak hanya merupakan tempat berkumpul orang-orang yang
mempunyai cita-cita yang sama, tetapi juga agar dapat diakui sebagai cabang
gerakan Muhammadiyah. Untuk itu, haruslah diadakan kegiatan yang bersifat
permanen, yaitu dengan mendirikan sekolah, kursus-kursus yang teratur ataupun
memelihara anak yatim piatu.[14]
Muhammadiyah mendirikan berbagai
jenis dan tingkat pendidikan, serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran
agama dan pelajaran umum. Dengan demikian, diharapkan bangsa Indonesia dapat
dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu
pengetahuan umum yang luas dan agama yang mendalam.[15]
Pada zaman pemerintah kolonial Belanda,
sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
a.
Sekolah
Umum: taman kanak-kanak (Bustanul Atfal), Veroolg school
2 tahun, schakel school 4 tahun, HIS
7 tahun, Mulo 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun. Pada sekolah-sekolah
tersebut diajarkan pendidikan agama Islam sebanyak 4 jam pelajaran seminggu.
b.
Sekolah
Agama: madrasah ibtidaiyah 3 tahun, tsanawiyah 3 tahun,
mualimin/mualimat 5 tahun, kulliatul muballigin (SPG Islam) 5 tahun.
Pendidikan yang diselenggarakan
Muhammadiyah mempunyai andil yang sangat besar bagi bangsa dan Negara, dan
tentu saja menghasilkan keuntungan-keuntungan diantaranya:
a.
Menambah
kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran Islam.
b.
Melalui
sekolah-sekolah Muhammadiyah, ide-ide reformasi islam secara luas disebarkan.
c.
Mempromosikan
kegunaan ilmu pengetahuan modern (Hamzah,
1965: 74).
Selanjutnya,
pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah mengalami perkembangan yang pesat.
Pada dasarnya, ada empat jenis lembaga pendidikan yang dikembangkan, yaitu:
1.
Sekolah-sekolah
umum yang benaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu: SD,
SMTP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran
agama sebanyak 6 jam seminggu.
2.
Madrasah-madrasah
yang bernaung di bawah Departemen Agama, yaitu: Madrasah Ibtidaiyah (MI), Mts,
dan Madrasah Aliyah (MA). Madrasah-madrasah ini ada setelah adanya SKB 3
Menteri tahun 1976 dan SKB 2 Menteri tahun 1984, mutu pengetahuan umumnya
sederajat dengan pengetahuan dari sekolah umum yang sederajat.
3.
Jenis madrasah
atau madrasah khusus Muhammadiyah, yaitu: Mualimin, Mualimat, Sekolah Tabhligh
dan pondok pesantren Muhammadiyah.
4.
Perguruan Tinggi
Muhammadiyah; untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah umum dibawah pembinaan
Kopertis (Depdikbud), dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di bawah
pembinaan Kopertais (Departemen Agama).[16]
3.
Strategi
Pengembangan Pendidikan
Sistem pendidikan yang dikembangkan
adalah sintesis antara sistem pendidikan Islam tradisional yang berbasis di
pesantren dan sistem pendidikan modern. Tujuan akhir yang hendak dicapai ialah
menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan umum yang memadai atau istilah
yang tren sekarang “ulama intelek”.
Sikap Muhammadiyah yang mengambil
jalan tengah dalam sistem pendidikannya, membawa pengaruh atau efek cukup luas
pada perkembangan kehidupan keagamaan di Indonesia, yakni menepis budaya “paternalistic Kiai-Santri”, melahirkan
paham persamaan manusia atau egaliter, serta membawa nuansa baru perkembangan
pemikiran Islam di Indonesia (kontowijoyo,
1991: 96).[17]
4.
Pesantren
Muhammadiyah
Pertama kali K.H. Ahmad Dahlan
mencoba mendirikan pesantren yang dinamakan dengan “Pondok Muhammadiyah” pada tahun 1912. Karel A. Steenbrink dalam
bukunya Pesantren, Madrasah, dan Sekolah,
mencatat bahwa pada tahun 1968, pimpinan Muhammadiyah di Yogyakarta mencoba
membuat pola pendidikan yang dinamakan dengan “Pendidikan Ulama Tarjih”. Usaha itu dimulai dengan membentuk suatu
kelompok dengan anggota paling banyak 25 orang. Kelompok ini selama tiga tahun
secara tetap belajar pada seorang guru (kiai) seperti dipesantren. Waktu
belajar dilaksanakan di sekitar waktu shalat. Pelajaran diberikan setiap hari,
kecuali hari jumat. Tidak mengenal hari libur dan tidak diberikan ijazah yang
diakui pemerintah. Selama jam belajar, para santri tidak duduk di atas bangku
melainkan bersila di atas lantai. Pada tahun kedua, diberikan pelajaran
tambahan bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan ilmu pendidikan (Karel : 1986).
Organisasi Muhammadiyah tersebar ke
seluruh pelosok tanah air, secara vertical dan diorganisasikan dari tingkat
pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting. Untuk menangani kegiatan yang
beragam tersebut dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang bertugas membentuk
Pimpinan Perserikatan menurut bidangnya masing-masing.
Kesatuan-kesatuan kerja ini membentuk
majelis-majelis, antara lain: Majlis
Tarjih, Majlis Tabligh, Majlis Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Majlis
Pembinaan Kesejahteraan Umat (PKU), Majelis Pustaka dan Majelis Bimbingan Pemuda. Ada pula organisasi-organisasi ototnom
di bawah naungan Muhammadiyah seperti Aisyiyah
(bagian wanitanya), Nasyiatul
Asyiyiah (bagian-bagian putrid-putrinya), Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).[18]
NAHDLATUL ULAMA (NU)
Nama :
Laelatul Hasanah
Nim :
15.1.11.1.196
A.
SEJARAH BERDIRINYA NAHDLATUL ULAMA’ (NU)
Nahdlatul
Ulama (NU) didirikan di Surabaya pada tanggal 31 januari 1926 M bertepatan
dengan tanggal 16 Rajab 1444 H oleh kalangan ulama penganut madzhab yang sering
menamai dirinya sebagai golongan Ahlussunnah
Waljama’ah yang di pelopori oleh K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Abdul wahhab
Hasbullah.[19] Jauh
sebellum NU lahir sebagai jam’iyyah
(organisasi), ia terlebih dahulu ada dan berwujud jama’ah (comunity) yang
terikat kuat oleh aktifitas sosial keagamaan yang mempunyai karakter
tersendiri. Ketika di adakan pertemuan ulama yang bermaksud membahas dan
menunjuk delegasi komite hijaz,utusan yang hendak di kirim untuk menyampaikan
pesan kepada raja Abdul Aziz Ibnu Saud, penguasa baru hijaz (Arab Saudi),
ketika itu, juga secara sepontan menjawab pertanyaan yang timbul kemudian yakni
siapa yang berhak mengirim delegasi itu? atau dalam istilah lain, organisasi
apa dan apa pula namanya yang akan bertindak memberikan mandat kepada deligasi
hijaz tersebut. Dan jawaban yang segera muncul
pada waktu itu adalah kesepakatan membentuk subuah jam’iyah , wadah baru bagi
persatuan dan perjuangan parra ulama’. Namun demikian, bukan berarti semua
pertanyaan sudah terjawab sebab jam’iyah yang baru di sepakati berdirinya belum
di beri nama. Maka terjadilah perdebatan seputar nama yang cocok buat jam’iyah
yang baru saja di bentuk.
Dalam
forum tersebut, terdapat dua pendapat atau usulan yang sebenarnya sama tetapi
implikasinya nya berbeda. KH. Abdul Hamid dari Sidayu Gersik mengusulkan nama
NU (kebangkitan ulama’) yang di sertai penjelasan, bahwa para ulama’ mulai
bersiap-siap akan bangkit melalui perwadahan formal tersebut. Namun p[endapat
itu mendapat sanggahan keras dari KH. Mas Alwi bin Abdul Aziz. Menurut Mas
Alwi, kebangkitan ulama bukan lagi mulai atau akan bangkit. Melainkan, kebangkitan
itu sudah berlansung sejak lama dan bahkan sudah bergerak jauh sebelum adanya
tanda-tanda akan terbentuknya komite Hijas itu sendiri. Hanya saja kata Mas
Alwi, kebangkitan atau pergerakan ulama’ kalau itu memang belum terorganisasi
secara rapi. Akhirnya usul Mas Alwi di terima secara aklamasi, perdebatan
berakhir dengan lahirnya Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ yang pengertiannya lebih
condong pada gerakan serentak para ulama’ dalam suatu pengarahan atau gerakan
bersama-sama yang terorganisir.[20]
Setelah
peresmian wadah baru itu maka tahap berikunya ialah pembentukan pengurus, dan
setelah kepengurusan lengkap terbentuk giliran selanjutnya masalah lambang
(simbol). Masalah simbol ini di percayakan kapada KH. Ridwan Abdullah. Lambang
NU bergambar ‘bola dunia’ di lingkari seutas tampar dan sembilan bintang, di
ciptakan oleh kiai Ridwan Abdullah berdasarkan mimpi setelah solat istikharoh
sedang tulisan arab adalah tambahan dari Kiai ridwan sendiri dan tidak termasuk
mimpi.[21]
Dari
muktamar yang petama sampai kedelapan (1926-1933) yang pada dasarnya merupakan
masa perintisan. Titik berat kegiatannya terarah pada usaha pemantapan dan
memperkenalkan NU keluar daerah. Ini tercermin dalam komisi propaganda yang
dibentuk dengan misi khusus, menarik simpati masyarakat luas terhadap NU.
Dan tugas komisi mulai terlihat hasilnya
ketika NU berhasil mengadakan muktamar disemarang, kemudian muktamar
dipekalongan, terus muktamar di Cirebon, Bandung dan Jakarta. Semua itu
merupakan bukti kemampuan ‘LajnatunNashihin’ yang dipimpin lansung KH. Hasyim
Asy’ari, untuk mengakhiri masa perintisan menuju masa pengembangan NU.
Bukan
berarti masa perintisan itu dihabiskan hanya untuk mengadakan propaganda atau
perhubungan diantara para ulama saja,
melainkan didalam masa perintisan tersebut, selain mengadakan perhubungan (komunikasi intensif) diantara para ulama bermadzhab untuk
mendirikan cabang-cabang NU, generasi pendiri organisasi ini juga berusaha
memperhatikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, pendidikan dan juga
dakwah. [22]
B.
MASA PERKEMBANGAN
Masa
perkembangan NU dimulai sejak muktamar kesembilan di Banyuwangi, Jawa Timur,
pada 21-26 April 1934. Ada beberapa sebab yang bisa dijadikan alasan memilih
muktamar di Banyuwangi sebagai titik awal sejarah perkembangan NU.
1.
Karena
muktamar di Banyuwangi inilah mulai diberlakukan mekanisme kerja baru: pemisahan sidang antara syuriyah dan
tanfidziyah didalam muktamar.
2.
Semenjak muktamar
dibanyuwangi tatacara persidangan
mulai diperbaharui. Apabila pada
beberapa kali muktamar sebelumnya, sidang-sidang majelis cukup dilakukan
dengan duduk melantai diatas tikar atau
permadani sambil membawa tumpukan kitab-kitab madzhab. Bentuk persidangan sudah
diatur rapi dan agak formal,peserta sidang dipersilahkan duduk dikursi menghadap pimpinan sidang.
3.
Dalam
muktamar kesembilan ini mulai tampak peran tokoh-tokh muda NU berpandangan
luas.
Dalam masa perkembangan ini, NU mulai bersungguh-sungguh
memperhatikan masalah kepemudaan. Berbagai organisasi pemuda yang pada
dasarnya seaspirasi dengan NU,
dikumpulkan dalam satu wadah sebagai benteng pertahanan sehingga dalam muktamar yang kesembilan tersebut lahir
sebuah keputusan: membentuk wadah pemuda yang diberi nama Anshor Nahdlathoel
Oelama (ANO). Dan organisasi pemuda ini kemudian menjadi lebih penting artinya bagi menopang induk
organisasi setelah peraturan dasar dan peraturan rumah tangga (PD/PRT) disahkan
dalam muktamar NU berikutnya, di Solo, Jawa Tengah.
Selain membentuk ANO, muktamar Banyuwangi juga memutuskan beberapa
masalah keagamaan (masalah diniyah) antara lain: masalah perselisihan paham
tentang sembayang jum’at, masalah perlunya memudahkan perkawinan buat orang
kristen yang masuk islam dan hukumn berat bagi orang yang menghina al-Qur’an.
Untuk menghindari terjadinya pertengkaran diantara kelompok
sendiri, dan lebih mengutamakan perhatiannya terhadap keselamatan agama, telah
dibuktikan dalam muktamar NU kesepuluh
pada 13-18 April 1935, di Solo, Jawa
Tengah.
Dan pada muktamar kesebelas (8-12 juli 1936) sebauh organisasi
lokal kalimantan, Hidayatul Islamiyah, menyatakan bergabung kedalam NU.
Sedangkan pada muktamar kedua belas, 20-24 juni
1937 di Malang, jumlah cabang NU melonjak menjadi 84 dan tiga cabang
baru di Sumbawa dan Palembang. Kemudian pada saat belanda menyerah kepada
Jepang tahun 1942, jumlah cabang NU naik menjadi 120 cabang tersebar diseluruh
Indonesia.[23]
C.
MOTIVASI BERDIRINYA NU
1.
Motif Agama
Penyebaran
islam diindonesia (khususnya di Jawa) oleh para muballig islam, terutama wali
sanga berhasil gemilang. Penyebaran islam pada abad ke-7 dan terutama setelah
abad ke-11 dan 12 dapat dikatakan total menggantikan hinduisme dan budhisme
yang sebelumnya sangat berjaya. Pengaruh islam masuk hingga dalam ke
sendi-sendi dan kepemimpinan rakyat. Runtuhnya majapahit dan berdirinya kerajaan
Islam demak (pada sekitar 1478 M), adalah bukti kepercayaan masyarkat jawa
dalam waktu relatif singkat mewarnai kehidupan masyarkat disegala tingkat
dihampir seluruh negri.
Namun,
keberhasilan itu menjadi berantakan akibat ulah penjajah. Pada 1592 M, buat
pertama kali bangsa belanda mendarat dibanten. Kemudian menguasai indonesia
selama 350 abad, tidak hanya bermaksud mengeruk kekayaan bumi, tetapi juga
menitipkan misi kristen untuk ditanamkan kepada bangsa indonesia yang umumnya
beragama islam.[24]
Setelah
diketahui maksud sebenarnya, para pemuka-pemuka agama bangkit dimana-mana.
Diawal XX para pemuka islam mulai menghimpun kekuatan melalui dunia pesantren
atau mendirikan organisasi-organisasi sosial keagamaan yang pada saatnya nanti
menjadi palu godam ampuh buat memukul penjajah.[25]
2.
Membangun Nasionalisme
Selain
motif agama, NU lahir karena untuk merdeka. Sekitar tahun 1914 KH. Abdul Wahab
Hazbullah mendirikan sebuah gedung bertingkat sebagai perguruan NW yang salah
satu usaha untuk membangun semangat Nasionalisme lewat jalur pendidikan. Ini
terlihat dari nama madrasah yang terpilih NW yang berarti pergerakan tanah air.[26]
SEJARAH MASUKNYA NU DI LOMBOK
Nama : Miftahuddin Khairi
Nim : 15.1.11.1.034
A.
LATAR
BELAKANG MASUKNYA NU DI LOMBOK
Masyarakat Lombok sebagian
besar baragama islam sehingga kehidupan keagamaan di warnai oleh suasana
keislaman. Dalam masyarakat Islam sasak penganut islam dapat di bedakan menjadi
dua golongan, yaitu islam waktu telu dan
islam waktu lima. Kedua golonagan ini mempunyai alasan yang mendasar. Menurut
laporan C.J.Van Eared, seorang kontrolir urusan agrarian pada tahun 1900,
menyatakan bahwa orang Islam sasak tidak jauh berbeda dengan orang sasak yang
beragama Budha. Mereka memiliki bahasa yang sama, adat yang sama, pemikiran yang
sama juga mengenai dewa-dewa berhala dan tempat-tempat penyajian sesajen.
Perbedaannya, orang-orang Budha memelihara babi sedangkan orang Islam tidak.
Akan tetapi, perbedaan lainnya adalah orang Budha tidak di khitan sedangkan
orang islam di khitan.[27]
Penganut islam ini
selain mempunyai dewa-dewa dan tempat pengaturan sesajian, mereka juga
mempunyai sebuah masjid, kiyai, penghulu dan pemangku yang bertugas mengurus
kepentingan mereka yang lebih tinggi, dan menyerahkan urusan keagamaan kepada
kiyai tersebut. Penganut islam ini hanya melaksanakan tiga rukun islam, yaitu
syhadat, shalat dan puasa. Mereka tidak pernah menjalankan tugas dam kewajiban
sebagai muslim dan mereka ini di kenal seabagi islam waktu telu.[28]
Sedangkan golongan islam
waktu lima ini terus berusaha mengerjakan ajaran agama islam, yaitu mealui
pengajian-pengajian yang mereka selenggarakan dalam bentuk pesantren, hal ini
kemudian telah dapat memperluas dan mempercepat jaringan pengaruhnya sampai
jauh keluar desanya. Melalui pesantren itulah kemudian dapat diletakkan dasar
bagi pengembangan agama islam yang berdasarkan pada al Quran, Hadist dan Ijmak
Ulama. Berdirinya pesantren itu kemudian melahirkan tokoh milik pesantern
sebagai orang kuat karena pengaruh dan karenanya di kalangan kaum santri dan
masyarakat sekitarnya. Dari sinilah kemudian lahir predikat tuan guru yang artinya guru yang
dimuliakan dalam masyarakat Lombok.
dalam hal ini ukuran seseorang dapat di panggil tuan guru adalah
banyak memiliki pengikut atau memiliki pesantren, menguasai kitab kuning, dan pernah belajar di
mekah selama beberapa tahun. Apabila seseorang telah tergolong alim dan
menguasai kitab kunig tetapi belum pernah belajar di mekah, ia tidak di panggil
tuan guru melainkan di panggil ustaz,
yakni jabatan keamanan setingkat di bawah tuan guru. Jabatan lainyan adalah haji, yaitu gelar yang di berikan kepada
orang islam yang telah menunaikan rukun islam yang ke lima (naik haji).
Keberadaan tuan guru sebagai pimpinan yang mempunyai keahlian yang di akui oleh
warga masyarakat menempatkannya pada setatus soisial yang paling tinggi.
Masyarakat beranggapan bahwa tuan guru adalah seoseorang yang memiliki
sifat-sifat yang sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianggap
keramat oleh masyarakat.[29]
Para tuan guru melalui
pesantren berusaha untuk mengembalikan ajaran islam yang benar, seperti di
antaranya pesantren pesantren di Kediri yang didirikan pada tahun 1919 oleh
diantranya tuan guru TGH. Mukhtar Abdul
Malik dan TGH Mustafa. Para tuan guru tersebut mengajarkan kepada penganut islam telu untuk mengerjakn shalat sesuai dengan ajaran
islam yang bersumber dari al Quran dan Hadits. Para tuan guru menganjurka
kepada penganut islam telu untuk
menunaikan ibadah haji. Bagi masyrakat islam sasak menunaikan ibadah haji mempunyai
tujuan ganda, selain dapat menunaikan rukun islam yang kelima juga dapat
meningkatkan status sosial yang tinggi dalam kehidupan masyarakat. Karna ajaran
yang di bawa oleh islam waktu lima berbeda dengan islam waktu telu, islam lima mengerjakan syariat dengan berdasarkan
kepada Al-Quran dan Al-Hadist dan ijma sehingga golongan islam waktu lima di
katakana sebagai ahli sunnah waljamaah (aswaja).[30]
B. PEROSES MASUKNYA
NU DI LOMBOK
Sebelum terbentuknya NU
di pulau Lombok beberapa ulama dan tokoh masyarakat yang umumnya berasal dari
keturunan Arab, Banjarmasin, Palembang, India dan lainnya yang berdomisili di
kota Ampenan membentuk sebuah perkumpulan atau pergerakan yang di sebut Persatuan
Islam Lombok (PIL) yakni tepatnya pada tahun 1934. Organisasi ini berasaskan Islam
ahlussunnah waljamaah (aswaja) dan bertujuan membangun kesadaran umat Islam dan
meningkatkan semangat perjungan menegakkan tanah air. Tokoh-tokoh ini antara
lain Tuan Guru Haji (TGH) Mustafa Bakri, Sayyid Ahmad Al-kaff dan lainnya.
Para pendiri organisasi
ini selain memberikan dakwah, juga melakukan komunikasi dengan masyarakat luas
melalui kontak dagang, karena sebagian mereka bekerja sebagai pedagang sukses
yang berada di kota Ampenan. Dalam perkembangan selanjutnya dan setelah
bolak-balik melakukan kontak dagang dengan pulau jawa tersentuhlah pemikiran
untuk mengembangkan oranisasi ini
dengan memasuki organisasi tingkat nasional yang memiliki haluan yang sama
dengan asas organisasi PIL, yang sealama ini di gelutinya. Pada akhir tahun
1934 para pemimpin organisasi PIL sepakat untuk memiliki NU sebagai wadah
perjuangan, dimana selanjutnya di peroses melalui hubungan langsung dengan HBNO
di Surabaya yang dalam hal ini menjumpai KH. M Dahlan selaku konsul NU untuk
Indonesia bagian timur.
Pada tahap awal,
tepatnya pada tahun 1935 direstuilah pembentukan cabang NU di kota Ampenan
dengan kepengurusan hampir seluruh pengurus dari organisasi PIL yang sudah ada
selama ini. Beberapa orang di ketahui sebagai pengurus inti adalah TGH Mustafa
Bakri, Sayyid Ahmad al-Adroes, duduk dalam jajaran syuriah, sedangkan H. Sayuti
(kakak kandung TGH Mustafa Bakri) yang di percayakan sebagai ketua tanfiziah.
Kepengurusan cabang Ampenan ini terus berjalan mengikuti perkembangan
organisasi, baik melalui komunikasi surat menyurat di ahman TGH Mustafa Bakri
dalam posisinya dalam syuriah tampil sebagai salah satu anggota tim perumus
dalam komisi yang di bentuk oleh Muktamar. [31]
Sedangkan di dalam buku
karangan Ide Bagus Putu Wijaya tentang sejarah masuknya NU di Lombok mengatakan
Nahdhotul Ulama sebagai organisasi keagamaan dan pendidikan di daerah Lombok
sejak awal berdiri sampai sekarang terlihat dalam berbagai kegiatan. Kegiatan
yang telah di lakukan di antara lain didalam bidang politik, dakwah, pendidikan
dan sosial. NU mulai berdiri secara resmi di daerah Lombok pada tahun 1953.
Pada saat itu menjadi kedudukan sebagai cabang NU di Masbagik, Lombok Timur.
Organisasi ini berdiri atas prakarsa Badarudin alias H. Achiyd Muzhar yang
merupakan seorang tokoh masyrakat dari Bilasundang, Masbagik, Lombok Timur.[32]
C. AKTIVITAS NU LOMBOK
1. Bidang Dakwah
Pada dasarnya dakwah
merupkan salah satu usaha mengubah seseorang, sekelompok orang atau
kelompok masyarkat kearah yang lebih
baik, sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan Rasulnya. Dalam hal ini
penyiaran Islam di daerah Lombok sejak berdiri Nahdhotul Ulama (NU) secara
resmi menjadi cabang NU sedaerah Lombok sejak tahun 1953 masih di lakukan
secara tradisional. Yaitu dengan mengadakan pengajian-pengajian, baik yang di
lakukan setiap hari, mingguan, tengah bulanan, maupun bulanan. Dakwah ini bisa
diadakan di rumah-rumah, masjid, pesantren ataupun di madrasah dakwah ini di
berikan oleh tuan guru atau juru dakwah (dai) yang merupakan tokoh agama, yang
terdiri dari para ulama atau tuan guru, yaitu TGH Shaleh Hambali yang berasal
dari Bengkel, Labuapi Mataram; TGH Faisal yang berasal dari Praya; dan TGH
Zainudin Arsyad yang berasal dari Mamben, Aikmel, Selong. Mereka ini
mengembangkan ajaran islam faham ahlissunnah
waljmaah.[33]
2.
Bidang
Pendidikan
Sejak berdirnya NU di
daerah Lombok pada tahun 1953, NU di samping mengelola pendidikan pesantren
yang menjadi basis utama kekuatan utamanya. Juga sistem pendidkan yang telah
dikembnagkan dengan memakai ssitem klasik, yang di kenal dengan nama madrasah
NU selain mengembangkan sekolah agama juga mengembangkan sekolah umum.
Mengingat kehadiran sekolah umum memiliki peranan yang sangat penting. Sekolah
umum yang pertama kali didirikan oelh NU adalah SMP Al Ma’arif Mataram yang
didirikan pada tanggal 1 januari 1968 oleh H. Said, BA. Sebagai kepala sekolahnya.[34]
3.
Bidang
Sosial
Selain
bergerak di bidang pendidikan dan dakwah seperti tersebut di atas, NU juga
bergerak dalam bidang sosial. Bidang sosial yang di maksud di sini adalah upaya
mewujudkan kemaslahatan ummat yang di dalamnya mencakup usaha-usaha untuk
memperoleh kesejahteraan lahir dan batin. Oleh karna itu, bidang sosial
memantapkan usahanya keadilan sosial yang merata, kesejatraan umat dengan asas
prikemanusiaan, dan peningkatan sendi-sendi akhlak umat dan masyarakat.[35]
Kegiatan
sosial yang di lakukan NU antara lain; kegiatan sosial untuk mewujudkan
keadilan yang merata, di antaranya dengan cara memantapkan dan menyempurnakan
pelaksanaan zakat yang merupakan rukun islam yang ketiga. Pelaksanaan zakat ini
di harapkan memupuk perstauan dan memperkecil jurang pemisah antara si kaya dan
si miskin. Kegiatan sosial lainya adalah upaya mensejahterakan umat dengan asas
prikemanusiaan, di antara lainnya dilakukan dengan cara menitip anak yatim
piatu dan anak anak terlantar dengan cara menitipkannya di Panti Asuahan. Panti
Asuhan tersebut adalah milik TGH Shaleh Hambali yang berlokasi di Bengkel
Labuapi Mataram.[36]
Nama : Aripin
Nim :
15.1.11.1.025
PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
A. SEJARAH
BERDIRINYA PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
Persatuan
Islam didirikan di Bandung pada tanggal 12 September 1923 di Bandung oleh
sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan, yang
dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad Yunus. Zamzam menghabiskan waktunya selama
tiga setengah tahun masa mudanya di Mekah untuk belajar di Darul Ulum.
Sekembali dari Mekah ia menjadi guru di Darul Mu’allimin, sebuah sekolah agama
di Bandung sekitar tahun 1910, dan mempunyai hubungan dengan Syekh Ahmad
Syurkati dari al-Irsyad di Jakarta, tetapi ia hanya dua tahun disekolah itu.
Adapun Muhammad Yunus yang memperoleh pendidikan agama secara tradisional dan
menguasai bahasa Arab, tidak pernah mengajar. Ia hanya berdagang, tetapi tidak
pernah pula minatnya hilang dalam mempelajari agama, kekayaannya menyanggupkan
ia untuk membeli kitab-kitab yang diperlukan, juga untuk anggota-anggota
Persatuan Islam setelah organisasi ini didirikan.[37]
Bandung
kelihatan agak lambat memulai pembaharuan dibandingkan dengan daerah-daerah
lain, sungguhpun Sarekat Islam telah beroperasi dikota ini sejak tahun 1913.
Kesadaran tentang keterlambatan ini merupakan sebuah cambuk untuk mendirikan
sebuah organisasi.[38]Persatuan
Islam mempunyai cirri tersendiri, dimana kegiatannya dititikberatkan pada
pembentukan faham keislaman. Untuk mencapai hal itu maka Persatuan Islam
mengadakan pertemuan umum, tabligh, khutbah-khutbah, keleompok-kelompok
studi,mendirikan sekolah-sekolah, dan menyebarkan atau menerbitkan pamphlet,
majalah, dan kitab-kitab.
Penerbitan
itulah yang terutama dapat menyebarluaskan pemikirannya. Dalam kegiatannya,
Persatuan Indonesia beruntung memperoleh
dukungan dan partisipasi dari dua tokoh penting, yaitu Ahmad Hasan yang
dianggap sebagai guru Persatuan Islam yang utama sebelum perang, dan Mohammad
Natsir seorang pemuda yang sedang berkembang dan bertindak sebagai juru bicara
dari organisasi tersebut dalam kalangan terpelajar.
Sebagaimana
halnya dengan organisasi Islam lainnya, Persis memberikan perhatian yang besar
pada kegiatan-kegiatan pendidikan,tabligh serta publikasi. Dalam bidang
pendidikan persis mendirikan sebuah madrasah yang mulanya di maksudkan untuk
anak-anak dari anggota Persis. Tetapi kemudian madrasah ini diluaskan untuk dapat
menerima anak-anak lain. Kursus-kursus dalam masalah agama untuk orang-orang
dewasa mulanya juga dibatasi pada anggota-anggotanya saja. Hasan dan Zamzam
mengajar pada kursus-kursus ini yang terutama membahas soal-soal iman serta
ibadah dengan menolak segala kebiasaan bid’ah.[39]
Masalah-masalah yang sangat menarik masyarakat pada waktu itu seperti poligami
dan nasionalisme juga dibicarakan.
Sekitar
tahun 1927 sebuah kelas khusus atau lebih tepat kelompok diskusi diorganisir untuk anak-anak muda yang telah menempuh
sekolah menengah pemerintah dan memiliki minat untuk mendalami agama Islam
dengan maksimal. Jadi Kursus-kursus keagamaan tersebut tidak dikhususkan bagi
para anggota Persatuan Islam, tetapi juga untuk semua masyarakat yang ingin
mendalami agama Islam. Didalam Kursus-kursus tersebut terdapat guru-guru yang
professional. Diantaranya adalah Hassan. Didalam mengajar, Hassan memperoleh
banyak manfaat terutama dalam hal pendalaman pengetahuan agama Islam dan
penggalian terhadap sumber-sumber ajaran Islam.
Sebuah
kegiatan lain yang penting dalam rangka kegiatan pendidikan Persis ini adalah
lembaga pendidikan Islam sebuah proyek yang dilancarkan oleh Nasir, dan
terdiri dari beberapa sekolah yaitu: taman kanak-kanak, HIS (keduanya tahun
1930), sekolah Mulo (1931) dan sebuah sekolah guru (1932).[40]
HIS merupakan lembaga untuk memperoleh pendidikan barat khususnya memperlajari
bahasa Belanda sebagai kunci untuk pendidikan lanjutan, pintu kebudayaan barat,
dan syarat untuk memperoleh pekerjaan. Bahasa Belanda memberikan prestise dan
memasukkan seseorang kedalam golongan intelektual dan elit. Kursus Mulo
dimaksud sebagai sekolah rendah dengan program yang diperluas dan bukan sebagai
sekolah menengah. Sebagai guru diangkat mereka yang memiliki ijazah HA
(Hoofdacte, kepala sekolah) atau diploma untuk pelajaran tertentu.
Keinginan
Nasir untuk mendirikan berbagai sekolah ini dipicu oleh berbagai macam
tuntutan dari berbagai pihak. Selain itu timbulnya keinginan Nasir untuk
mendirikan berbagai lembaga pendidikan adalah karena ia melihat ada beberapa
sekolah di Bandung yang tidak memberikan pelajaran agama pada siswanya. Adapun
murid-murid yang masuk kedalam lembaga pendidikan yang didirikan oleh
organisasi Persis ini pada umumnya adalah anak-anak disekitarnya, tetapi beberapa
diantara mereka ada yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan dari
Sumatra. Bagi para siswa yang telah lulus studinya mereka diperbolehkan untuk
kembali ke tempat asal mereka masing-masing untuk membuka sekolah baru atau
bergabung dengan sekolah yang ada di daerahnya.
Disamping
pendidikan Islam, Persis mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren Persis)
di Bandung pada bulan Maret 1936. Pesantren itu dipimpin oleh A. Hasan sebagai
kepala dan M. Natsir sebagai penasehat dan guru. Tujuan mendirikan pesantren
itu adalah untuk mengeluarkan muballigh-muballigh yang sanggup menyiarkan,
mengajar, membela dan mempertahankan agama islam. Materi pelajarannya adalah
ilmu agama dan ilmu umum.[41]
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi untuk diterima di sekolah ini meliputi: umur 18 tahun,
kesehatan yang baik, kemampuan untuk membaca dan menulis Arab dan latin,
pengetahuan membaca al-Qur’an, bersumpah bahwa kalau akan menjadi guru mereka
akan menjadi guru atau propagandis “Persatuan Islam”, dan akan berikhtiar
mendirikan cabang-cabang Persatuan Islam. Mereka juga harus menjaga disiplin
yang ketat dan wajib mengerjakan perintah agama, menjauhkan segala larangan,
menjauhi kegiatan merokok di dalam pesantren, bersih badan dan pakaian, menjaga
kesopanan dan adab-adab Islam, menjaga kesopanan adat yang tidak dilarang oleh
agama serta selalu menjaga syari’at Islam.[42]
Pesantren
ini kemudian dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur. Hasan juga pindah kesana dengan
membawa 25 dari 540 siswa dari Bandung. Setelah pesantren dibuka di Bangil,
maka murid-muridnya bertambah dengan beberapa orang yang datang dari berbagai
daerah kepulauan Indonesia. Pada bulan Februari 1941 dibuka pesantren bagian
perempuan dengan 12 murid, semuanya dari luar Bangil, dan kedua pesantren itu
berjalan dengan baik.[43]
Pada
bulan Desember 1941 terjadi Perang Dunia yang kedua. Sebagian murid-murid
pulang ke kampong masing-masing. Ketika
tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, di pesantren tinggal beberapa orang anak
laki-laki yang tak dapat pulang. Dalam masa pendudukan Jepang pesantren
tersebut terpaksa ditutup. Tetapi pada 1 Muharram 1371(3 Oktober 1951) dibuka
kembali dengan resmi, sesudah berhenti beberapa tahun lamanya.[44]
Sampai sekarang masih tetap ramai di kunjungi para santri dari berbagai daerah
di Indonesia untuk menuntut ilmu pengetahuan agama dan umum.
REFLEKSI
Kita telah ketahui bahwa banyak terdapat
organisasi-organisasi islam di Indonesia, misalnya seperti yang telah di
paparankan di atas. Ada Muhammadiyah, NU, Persis dan lain sebagainya. Dan fakta
di masyarakat kita sekarang adalah mereka saling mengklaim atau merasa
organisasi merekalah yang paling benar sedangkan yang lain itu salah.
Namun, setelah kita menelaah beberapa organisasi, ternyata
organisasi-oraganisasi tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
menyebarkan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yaitu agama Islam.
Oleh karena itu, kita tidak boleh saling menyalahkan satu sama lain karena pada
dasarnya tujuan dari semua organisasi tersebut sama dan apabila terdapat
perbedaan, hal itu disebabkan oleh pendekatan yang dilakukan oleh masing-masing
organisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anam, Chaerul. Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Surabaya: PT
Duta Aksara Mulia, 2010.
Kusuma, Ida Bagus Putu Wijaya. NU
lomnbok (1953-1984). Lombok Barat: Pustaka Lombok, 2010.
Mansur dan Mahmud Junaidi. Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005.
Mansyur, Ahmad Taqiuddin. NU
Lombok , Sejarah Terbentuknya Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat. Lombok
Barat: Pustaka Lombok, 2008.
Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Rukiati, Enung K dan Fenti Hikmawati. Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: 1957.
Zuhairini,
dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
.
[1]
Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung:
Pustaka Setia, 2006), hlm. 81.
[2]
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm.
171.
[3]
Abuddin Nata. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 100.
[4]
Zuhairini, dkk. hlm. Sejarah Pendidikan…, hlm. 172.
[5]
Abuddin Nata. Tokoh-tokoh…, hlm. 100.
[6]
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan…, hlm. 172-173.
[7]
Ibid., hlm. 174.
[8]
Ibid., hlm. 175.
[9]
Ibid., hlm. 175-176.
[10]
Abudin Nata, Tokoh-tokoh…, hlm.
102-103.
[11]
Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah
Pendidikan…, hal. 83-84
[12]
Abudin Nata, Tokoh-tokoh…, hal.
104-105.
[13]
Ibid.
[14]
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan…, hlm. 175.
[15]
Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah
Pendidikan…., hlm. 84.
[16]
Ibid, hal. 84-86.
[17]
Ibid.
[18]
Ibid.,
[19]
Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah
Pendidikan…., hlm. 87.
[20]
Chaerul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, (Surabaya: PT Duta Aksara
Mulia, 2010), hlm. 3-4.
[21]
Ibid., hlm. 77.
[22]
Ibid., hlm. 88.
[23]
Ibid., hlm. 96-97.
[24]
Ibid., hlm. 20-21.
[25]
Ibid., hlm. 24.
[26]
Ibid., hlm. 30.
[27]
Ida Bagus Putu Wijaya Kusuma, NU lomnbok (1953-1984),
(Lombok Barat: Pustaka Lombok, 2010), hlm. 19-20.
[28]
Ibid. hlm. 20.
[29]
Ibid. hlm. 22-23.
[30]
Ibid. hlm. 23-24.
[31]
Ahmad Taqiuddin Mansyur, NU Lombok, Sejarah Terbentuknya Nahdlatul Ulama Nusa
Tenggara Barat, (Lombok Barat: Pustaka Lombok, 2008), hlm. 4.
[32]
Ida Bagus Putu Wijaya Kusuma. NU…, hlm. 3.
[33]
Ibid. hlm. 99.
[34]
Ibid. hlm 104.
[35]
Ibid. hlm. 108-109.
[36]
Ibid. hlm. 109.
[37]
Mansur dan Mahfud Junaidi, Rekonstruksi
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), hlm.
70.
[39]
Zuhairini, Sejarah Pendidikan…, hlm.
190.
[40]
Ibid., hlm. 191.
[41]
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia, (Jakarta: 1957), hlm. 297.
[42]
http://muhfathurrohman.wordpress.com/tag/usaha-pendidikan-persis/
di
akses tanggal 19 April 2013
[43]
Mansur dan Mahfud Junaidi, Rekonstruksi
Sejarah…, hlm. 73.
[44]
Zuhairini, Sejarah Pendidikan…, hlm.
192.