Sabtu, 01 Juni 2013

Tugas Resume Hadis Tarbiyah



BAB I
ILMU HADIS

A.    Ilmu Hadis Riwayah
Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu yang mempelajari penukilan dan periwayatan, yaitu sesuatu yang di sandarkan kepada Rasulullah SAW., baik berupa ucapan-ucapan, perbuatan maupun taqrir-taqrirnya (sesuatu yang dilakukan oleh sahabt di hadapan Nabi lau belaiu menetapkannya), sifat beliau (watak/tabi’at dan sejarah hidup beliau, baik sebelum atau sesudah di utus). Selain itu, ilmu ini adalah ilmu yang mempelajari penukilan-penukilan yang disandarkan kepada sahabat Nabi atau tabi’in.
B.     Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu ini disebut juga Ilmu Ushulul Hadits, Ilmu Ushul Riwayat Hadits, atau Ilmu Musthalahul Hadits dan Musthalah Ahli Atsar. Namun, dari nama-nama tersebut, ilmu Musthalahul Hadits dan Musthalah ahli Atsar merupakan istilah yang lebih jelas, sebab mengandung arti lebih tepat dengan materi pembahasannya. Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkannya dalam risalah yang masyhur dengan judul Nukhbatul Fikri fi Musthalah ahli Atsar. Musthalah berarti kaidah-kaidah atau ushul yang disepakati oleh para ahli hadits.
Definisi Ilmu Musthalahul Hadits
Ilmu Musthalahul Hadits adalah ilmu yang mengkaji tentang matan dari segi marfu’, mauquf, syaz dan sah tidaknya matan hadits serta mempelajari tentang keadaan sanad dari segi bersambung tidaknya dan tinggi rendahnya sanad, sebagaimana akan dijelaskan kemudian.
Objek pembahasan Ilmu Musthalahul Hadits adalah perawi dan hadits yang diriwayatkannya, dari segi diterima atau ditolaknya. Ulama pertama yang mengarang kitab bidang Ilmu Musthalahul Hadits adalah al-Qhadhi Abul Hasan bin Khallad, yang dikenal dengan nama al-Ramahurmuzi.
C.    Keutamaan Ilmu Hadits dan Para Ahlinya (Penggemarnya)
Banyak hadits yang membicarakan keutamaan ilmu Hadits dan ahlinya. Misalnya:
1.      Diriwayatkan dari Abu Mas’ud r.a. dia berkata. Rasulullah SAW, bersabda:
“Orang yang paling utama di sisiku adalah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (HR. Turmudzi dan menghasankannya)
Hadits di atas menyatakan kedudukan mulia bagi para perawi Atsar dan para penukilnya, karena tidak dapat dipastikan kelompok ulama yang paling banyak membaca shalawat kepada Nabi SAW selain kelompok ulama yang mengabdikan dirinya untuk selalu bershalawat kepada Rasulullah SAW dalam majlis Mudzakarah mereka.
2.      Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “saya mendengar Rasulullah SAW bersabda”:
“Semoga Allah menyinari orang yang mendengar haditsku, lalu dia menyampaikannya sesuai dengan apa yang didengarnya dariku, sebab banyak orang mendengar dari saudaranya lebih memelihara dan memahami dibandingkan dengan orang yang mendengar langsung” (HR. Turmudzi, menurutnya hadit ini hasan dan shahih)
      Pada hadits ini, Rasulullah SAW mengkhususkan do’anya bagi orang-orang yang mau menghafalkan hadits, mengkaji dan menyampaikannya kepada kaum muslimain.
D.    Asal Makna Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar
Menurut bahasa, Hadits adalah lawan dari Qodim (lama, kuno) sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan dan ketetapannya.
Sunnah menurut bahasa adalah jalan. Menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa ucapan, perbuatan maupun taqrir.
Khabar menurut bahasa adalah lawan dari kata insya’, sedangkan menurut istilah adalah:
a.       Sinonim dengan hadits
b.      Ada yang mengatakan sesuatu yang datang dari selain Nabi, sedangkan hadits adalah sesuatu yang datang dari Nabi SAW. Orang yang berkecimpung dalam hadits disebut Muhaddits, sedangkan yang berkecimpung dalam sejarah dan lainnya disebut ikhbary.
c.       Hadits lebih khusus daripada khabar.
Atsar menurut bahasa adalah sisa rumah atau lainnya. Menurut istilah, ada yang mengatakan:
a.       Sinonim dengan arti hadits sebagaimana dikatakan Nawawi. Para Muhaddisin menyebut hadits marfu’ dan hadits mauquf dengan atsar.
b.      Atsar (Segala sesuatu yang datang dari sahabat) diterapkan pada hadits mauquf, kemungkinan karena atsar itu merupakan bekas dari sesuatu, sedangkan khabar adalah sesuatu yang diberitakan karena perkataan sahabat itu bekas dari sabda Nabi SAW dan asal pemberitaan itu dari Nabi SAW, maka sangatlah tepat kalau perkataan sahabat disebut atsar, sedangkan sabda Nabi SAW disebut khabar.
E.     Hadits Qudsi
Hadits Qudsi adalah hadits yang dinisbahkan pada al-Quds (suci dan bersih). Sedangkan menurut istilah hadits qudsi adalah segala sesuatu yang disandarkan oleh Rasulullah SAW kepada Allah SWT, tetapi bukan Al-Qur’an. Misalnya:
“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya Aku haramkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku mengharamkan kezaliman pada diri kamu, maka janganlah kamu saling mendzalimi.” (al-Hadits)
F.     Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan al-Qur’an
Al-Qur’an mempunyai kelebihan dan ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki oleh hadits, yaitu:
a.         Al-Qur’an merupakan mu’jizat yang kekal, terpelihara dari segala perubahan dan pergantian dan seluruh lafaz, huruf-huruf dan redaksinya bersifat mutawatir.
b.        Diharamkan meriwayatkan al-Qur’an dengan makna yang dikandungnya saja.
c.         Al-Qur’an haram disentuh dan dibaca oleh orang yang berjunub, berhadas dan lain-lain.
d.        Al-Qur’an disyari’atkan membacanya di dalam shalat.
e.         Diberikan nama “al-Qur’an”.
f.         Membaca al-Qur’an merupakan ibadah, satu huruf dibalas sepuluh kebaikan.
g.        Tidak boleh memperjualbelikan ayatnya (menurut riwaya Imam Ahmad), sedangkan menurut Imam Syafi’ hal demikian itu adalah makruh.
h.        Sejumlah lafaz al-Qur’an disebut ayat, dan jumlah tertentu (yang telah dibataskan) dari ayat-ayat disebut makruh.
i.          Lafaz dan maknanya dari Allah berdasarkan wahyu (dalil) yang jelas menurut kesepakatan ulama.

BAB II
MACAM-MACAM ILMU HADITS

1.      Hadits Shahih
Menurut bahasa, kata shahih adalah lawan dari kata Maridh (sakit). Sedangkan menurut istilah, yaitu hadits yang mengandung kriteria qabul (memenuhi syarat-syarat hadits yang diterima), yaitu:
a.      Ittishal al-Sanad, artinya sanad hadits yang diriwayatkan oleh para perawinya dari para gurunya dan gurunya menrima dari gurunya, demikian sampai akhir sanad.
b.      Keadilan perawi, yaitu keadilan seorang perawi dalam meriwayatkan hadits. Yang dimaksud dengan adil adalah Muslim, selamat dari kefasikan, dan tidak melakukan perbuatan yang rendah dan hina.
c.       Sempurna/kuatnya hafalan perawi, maksudnya adalah perawi hadits mampu menjaga hafalannya dan bisa mengungkapkan kembali kapan saja dia mau.
d.      Sunyi/bebas dari sifat-sifat syaz, yaitu periwayatan yang dilakukan oleh perawi tsiqah (dapat dipercaya), tidak meyalahi periwayatan perawi-perawi yang lebih tsiqah darinya.
e.       Bebas dari illat (cacat), maksudnya dalam hadits tersebut tidak terdapat unsur illat. Illat adlah sifat jelek yang tersembunyi dalam penerimaan hadits walaupun pada zahirnya tidak ada cacat.
2.      Al-Hasan (Hadits Hasan)
Arti Hasan menurut bahasa adalah sesuatu yang disukai oleh nafsu. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang sanadnya bersambung, dinukil (diriwayatkan) oleh perawi yang adil, tetapi hafalannya tidak sekuat haalan perawi hadits shahih dan isinya tidak mengandung syaz dan illat.
Adapun syarat-syarat hadits hasan ada lima, yaitu:
1.      Sanadnya bersambung.
2.      Perawiny adil.
3.      Hafalan perawinya kuat, tetapi tidak sekuat hafalan perawi hadits shahih.
4.      Isi haditsnya bebas dari syaz.
5.      Haditsnya tidak mengandung illat.
Hukum Hadits Hasan
      Hukum penggunaan dan pengalaman haidts hasan sama dengan hukum penggunaan dan pengalaman hadits shahih walaupun kekuatannya tidak sama dengan hadits shahih.
3.      Al-Dha’if (Hadits Dha’if)
Menurut bahasa kata Dha’if berasal dari kata al-Dha’fu yaitu lawanan dari kata al-Quwwah. Menurut istilah, dha’if adalah hadits yang tidak memenuhi kriteria-kriteria hadits shahih dan hadits hasan dan ditolak sebagai hujjah.
      Hukum Hadits Dha’if
Hadits dha’if tidak boleh dipakai (diamalkan) dalam aqidah dan syari’ah, tetapi hanya diamalkan dalam Fadha’il al-A’mal (keutamaan amal), al-Targhib (mendorong untuk berbuat baik), al-Tarhib (ancaman dari melakukan maksiata) dan penuturan sejarah. Itupun dengan syarat-syarat yang terinci pada pembahasan yang lebih lanjut.
4.      Al-Marfu’ (Hadits Marfu’)
Marfu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa ucapan atau perbuatan maupun taqrirnya. Dinamakan marfu’, karena derajatnya yang tinggi, disandarkan kepada Nabi SAW., baik sanadnya bersambung atau tidak.
a.      Macam-macam Hadits Marfu’
Hadits marfu’ dibagi dua, yaitu:
a)      Raf’un Tashrihy, yaitu hadits yang terdapat padanya kalimat:
قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Rasulullah SAW. Bersabda”
Atau
عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Diriwayatkan dari Rasulullah SAW”.
b)      Raf’un Hukmy, yaitu hadits yang tidak jelas disebutkan oleh perawinya ungkapan:
قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Rasulullah SAW. Bersabda”
b.      Hukum Hadits Marfu’
Hadits marfu’ kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dhaif.
5.      Al-Musnad ((المسند
Musnad ialah kitab yang berisi hadits-hadits yang disandarkan kepada para sahabat. Definisi lain, Musnad adalah hadits yang sanad  para perawinya bersambung sampai kepada Nabi SAW.
Hukum musnad bisa shahih, hasan dan bisa juga dha’if, tergantung kriteria-kriteria perawinya.
6.      Al-Muttashil (المتصل)
Al-Muttasil adalah hadits yang bersambung mata rantai sanadnya, setiap perawi mendengar langsung dari generasi di atasnya sampai dengan sanad terakhir. Baik sanad terakhirnya Nabi SAW. Atau seorang sahabat.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat diketahui bahwa musnad lebih khusu dari muttashil. Maka setiap musnad pasti muttashil dan bukan setiap muttashil itu musnad. Dan hukum muttashil adalah seperti hukum musnad.
7.      Al-Mauquf (الموقوف)
Hadits mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada seorang sahabat berupa ucapan maupun perbuatan, baik sanadnyaa bersambung ataupun tidak.
Hadits mauquf berupa ucapan, misalnya:
قال ابن عمر رضيى الله عنه كذا ، ... قال ابن مسعود كذا ...
“Ibnu Umar berkata begini...”, Ibnu Mas’ud berkata begini...”
Dan hukum hadits mauquf adalah sama dengan hadits musnad dan muttashil.
8.      Al-Maqthu’ (المقطوع)
Maqthu’ adalah hadits yang disandaarkan kepada para tabi’in berupa ucapan ataupun perbuatan, baik sanadnya bersambung maupun tidak. Hadits ini dinamakan maqthu’, karena tidak nyambung sanadnya kepada para sahabat atau Nabi SAW.
Hadits maqthu’ tidak bisa dijadikan hujjah kecuali ada indikasi marfu’ kepada Nabi SAW, maka dalam hal ini berlaku pula hukum marfu’. Demikian juga kalau ada indikasi mauquf, maka berlaku pula hukum hadits mauquf.
9.      Al-Munqathi’ (المنقطع)
Munqathi’ adalah hadits yang salah satu sanadnya gugur, tapi yang gugur itu bukan sahabat;
1.      Baik perawinya gugur di satu tempat atau lebih, tapi perawi yang gugur tersebut tidak boleh lebih dari satu. Kalau memang demikian, maka hal itu adalah munqathi’ pada dua atau tiga tempat bahkan lebih.
2.      Baik perawi yang gugur itu di awal sanad atau di tengahnya.
Hadits di atas tergolong hadits dha’if. Dan termasuk dalam golongan hadits ini adalah hadits marfu’ mursal dan hadits mauquf.
10.  Al-Mu’dhal (المعضل)
Hadits mu’dhal adalah hadits yang sanadnya gugur dua tingkat secara berurutan, seperti gugurnya seorang sahabat dan tabi’in, atau gugurnya seorang tabi’i dan tabi’tabi’i, atau gugurnya dua sanad sebelumnya.
Akan tetapi bila hanya satu perawi yang gugur diantara dua orang, lalu pada tingkatan lain gugur perawi lainnya, maka disebut hadits Munqathi’, sebagaimana keterangan yang lalu. Hadits Mu’dhal tergolong hadits dha’if.
11.  Al-Mursal (المرسل)
Kata mursal adalah shigah isim maful, diambil dari kata Irsal yang berarti bebas. Jadi mursal adalah hadits yang terbebaas dari ikatan semua perawinya, karena mereka tidak menyebutkan orang yang diirsalkan.
Secara terminologi, mursal adalah hadits yang dirafa’kan oleh seorang tabi’i kepada Nabi SAW, artinya ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda...”.
      Hukum Hadits Mursal
                                    Menurut mayoritas ulama muhaddits di antaranya adalah Imam Syafi’i, bahwa hadits mursal hukumnya dha’if. Adapun menurut Imam Malik hadits mursal dapat dijadikan hujjah, baik dalam hukum maupun lainnya.
12.  Al-Mu’allaq (المعلق)
Hadits mu’allaq adalah hadits yang sanad pertamanya digugurkan satu tingkatan atau lebih, baik secara berurutan atau tidak, bahkan sampai sanad terakhir sekalipun. Dan hadits ini tergolong hadits dha’if.
Contoh hadits mu’allaq, ucapan seorang rawi yang mengatakan “bersabda Rasulullah SAW., atau Abu Hurairah berkata, atau Zuhri berkata begini...”, tanpa menyebutkan sanadnya, padahal antara perawi dengan Nabi SAW., sahabat dan tabi’in lebih dari satu perawi.
13.  Al-Musalsal (المسلسل)
Al-Musalsal berarti hadits yang mata rantai para perawinya saling bersambung antara yang satu dengan yang lainnya, satu sifat dalam periwayatan dan pengisnadannya.
Hadits musalsal bermacam-macam cara mengetahuinya, diantaranya:
a.       Ucapan para perawinya
b.      Perbuatan para perawinya
c.       Cara-cara menerima haditsnya dengan “mendengar”, maka setiap perawi dari perawi pertama sampai perawi terakhir akan mengatakan “saya mendengar fulan...”
Hukum Hadits Musalsal
      Bersambungnya mata rantai para perawi hadits tidak bisa menjamin keselamatan mata rantai itu dari kelemahan, tetapi tidak pula matannya. Sebab, matan haditsnya terkadang shahih, sementara mata rantai sanadnya tak lepas dari penilaian para ahli hadits.
14.  Al-Gharib (الغريب)
Secara etimologi, kata gharib adalah orang yang terasing. Secara terminologi adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi dari perawi lain yang meriwayatkan haditsnya. Dinamakan gharib karena kesendirian seorang perawi dari perawi lainnya, seperti terasingnya seseorang dari tanah kelahirannya.
Hukum hadits gharib terkadang bisa menjadi hadits shahih dan hasan, namun pada umumnya adalah dha’if.
15.  Al-Aziz (العزيز)
Hadist aziz secara terminology adalah hadits yang pada salah satu tingkatan mata rantai perawinya terdiri dari dua orang perawi, walaupun setelah itu diriwayatkan oleh seratus perawi.
Hukum hadits aziz terkadang bisa menjadi shahih atau hasan bahkan dha’if.
16.  Al-Masyhur (المشهور)
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada salah satu tingkatan, walaupun setelah itu diriwayatkan oleh jama’ah.
Hukum hadits masyhur kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dha’if.
17.  Al-Mutawatir (المتواتر)
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang tidak mungkin mereka sepakat untuk melakukan kebohongan (berdusta), dengan syarat hadits yang disandarkannya berdasarkan panca indra. Lebih jelasnya, syarat-syarat tersebut ada empat yaitu:
a.       Diriwayatkan oleh banyak orang
b.      Secara akal sehat, mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta
c.       Para perawinya bersambung dari sanad pertama sampai terakhir
d.      Hadits yang disandarkannya berdasarkan panca indera
18.  Al-Mu’an ‘an (المعنعن)
Hadits Mu’an‘an adalah periwayatan hadits yang menggunakan lafaz ‘an (عن) dari fulan, tanpa disertai penjelasan darimana dia mendengat, menerima atau mengkhabarkan (menceritakan) hadits tersebut. Hadits Mu’an’an kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dha’if.
19.  Al-Mubham (المبهم)
Hadits Mubham adalah hadits yang terdapat pada sanad atau matannya seorang perawi laki-laki atau perempuan yang kedua-duanya tidak disebut namanya. Contohnya dari Sufyan dari seorang laki-laki.
Apabila mubham yang terdapat pada sanad tersebut tidak diketahui , maka haditsnya lemah (dha’if), sebaliknya kalau mubhamnya terdapat di matannya, maka haditsnya kuat.
20.  Al-Mudallas (المدلس)
Secara etimologi Mudallas diambil dari kata al-Dals, artinya bersatunya kegelapan dengan cahaya. Dinamakan demikian, karena keduanya sama-sama tersembunyi. Secara terminologi hadits mudallas adalah hadits yang disamarkan oleh para perawi.
Tadlis dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Tadlis al-isnad
b.      Tadlis al-syuyukh
21.  Al-Syaz wa al-Mahfuzh (الشاذوالمحفوظ)
Syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah, tetapi menyalahi perawi lain yang lebih tsiqah (kuat), baik pada matan atau sanad, dengan melakukan penambahan atau pengurangan dan tidak dapat dikompromikan antara keduanya, sehingga harus diterima salah satunya. Namun kalau mungkin dikompromikan, bukan disebut syaz. Dan hadits syaz memang berbeda dengan hadits mahfuzh.
Hadits syaz tidak bisa dijadikan hujjah (dha’if), sedangkan hadits Mahfuzh dapat dijadikan hujjah (maqbul).
22.  Al-Munkar wa al-Ma’ruf (المنكروالمعروف)
Munkar adalah hadits yang diriwayatkan seorang perawi lemah dan menyalahi riwayat perawi lain yang lebih tsiqah. Lawan dari mungkar adalah ma’ruf yaitu, hadits yang diiriwayatkan oleh perawi tsiqah yang menyalahi hadits riwayat perawi lemah.
Hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah disebut hadits ma;ruf, sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh perawi lemah disebut hadits mungkar.
Hadits mungkar tidak bisa dijadikan hujjah (mardud), sedangkan hadits ma’ruf dapat dijadikan hujjah.
23.  Al-‘Aly wa al-Nazil
Sanad ‘Aly adalah hadits yang sanadnya sedikit, sedangkan nazil adalah hadits yang benyak pengisnadnya. Dan ‘Aly adalah lebih afdhal, karena sanadnya lebih dekat dari Nabi SAW., dekat dari kitab-kitab hadits shahih atau imam hadits yang bersambung sanadnya dengan rawi.
Hukum hadits ini, kadang-kadang shahih, hasan dan kadang-kadang dha’if.
24.  Al-Madarraj (المدرج)
Secara etimologi, mudraj terambil dari kata idraj yaitu idkhal, artinya memasukkan. Sedangkan menurut terminologi ada dua macam yaitu mudraj matan dan mudraj isnad.
Adapun mudraj matan adalah penambahan lafazh pada matan hadits oleh seorang perawi, tapi dia tidak menerangkan bahwa tambahan tersebut tidak termasuk hadits. Hukum hadits ini sama dengan hadits sebelunya (‘Aly), yaitu terkadang shahih, hasan dan terkdang dha’if.
25.  Al-Mudabbaj (المدبج)
Al-mudabbaj adalah hadits yang pada sanadnya terdapat periwayatan seorang perawi dari temannya yang semasa dengannya. Misalnya periwayatan Siti Aisyah dari Abu Hurairah atau sebaliknya. Hukum hadits ini sama dengan hukum hadits yang lalu (hadits mudarraj).
26.  Al-Muttafiq wa al-Muftariq
Al-Muttafiq wa al-Muftariq adalah kesamaan nama para perawi, baik ucapan maupun tulisannya, tetapi berbeda maksudnya, dan hal ini disebut persamaan lafazh. Contoh seperti (Khalil bin Ahmad) merupakan nama dari enam orang perawi.
27.  Al-Mu’talif wa al-Mukhtalif
Mu’talif dan Mukhtalif adalah hadits yang sama tulisannya, tapi berbeda lafazhnya atau bacaannya. Seperti kata Asid dengan Usaid, Hamid dengan kata Humaid dan kata ‘Amarah denagn kata ‘Umarah.
28.  Al-Maqlub (المقلوب)
Hadits maqlub adalah hadits yang terdapat pada matan atau sanadnya pergantian suatu lafaz dengan lafaz yang lain. Maqlub terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Maqlub sanad, contoh: mendahukukan ayah perawi daripada anaknya (rawi).  Misalnya Ka’ab bin Murrah, dikatakan Murrah bin Ka’ab.
2.      Maqlub pada matan, adalah membuat suatu kalimat atau beberapa kalimat pada matan hadits dengan redaksi yang tidak popular.
29.  Al-Mudhtharib (المضطرب)
Hadits Mudhtharib adalah hadis yang riwayat-riwayatnya masih diperselisihkan, karena ada perbedaan riwayat dari seorang rawi. Dalam arti bahwa periwayatan yang satu dengan yang lain adalah berbeda.
Hadits Mudhtharib adalah hadits dha’if  karena tidak ada tanda-tanda kesempurnaan periwayatannya.
30.  Al-Mu’allal (المعلل)
Hadits Mu’allal adalah hadits yang di dalamnya terdapat cacat yang tercela dan tersembunyi, namun pada zahirnya tidak mengandung cacat. Misalnya, pengurangan pada sanad dan matan.
31.  Al-Matruk (المترك)
Matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang telah disepakati kedha’ifannya. Contohnya: periwaytan Amr bin Syam, dari Jabir. Amr disebut sebagai Matrukul Hadits, berarti haditsnya ditinggalkan.
Hadits matruk adalah hadits yang gugur kredebilitasnya, karena sangat lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah/dalil.
32.  Al-Maudhu’ (الموضوع)
Hadits maudhu’ adalah hadits yang dimanipulasi oleh pendusta dengan mengatasnamakan Rasulullah SAW., seorang sahabat dan tabi’in. Dan unsur-unsur munculnya hadits palsu adalah kurangnya ilmu agama, mempertahankan sebuah mazhab, membela kejahilan dan mencari muka di hadapan para penguasa dengan cara menyanjung mereka.
Hadits maudhu’ adalah bathil. Meriwayatkan hadits ini adalah haram, kecuali sebagai peringatan dan pengetahuan bagi para pecinta ilmu.






BAB III
SAHABAT

1.      Definisi Sahabat
Sahabat adalah orang yang bertemu dengan Rasulullah SAW lalu beriman kepadanya hingga akhir hidupnya. Definisi ini menurut mayoritas para ahli hadits.
2.      Keadilan Sahabat
Seluruh sahabat bersifat adil, baik mereka yang masih kecil maupun yang besar dan termasuk mereka yang terlibat fitnah dalam peperangan antara Ali dan  Mu’awiyah dan yang tidak terlibat langsung dalam fitnah tersebut.
Hal di atas disepakati oleh Ahl al-Sunnah, sebagai rasa penghormatan mereka terhadap para sahabat dalam melaksanakan perintah-perintah Rasulullah SAW. Bahkan setelah beliau wafat. Mereka terus menyebarkan Islam ke berbagai pelosok untuk mensosislisasikan al-Qur’an dan al-Sunnah, membimbing dan mengawasi masyarakat dalam menegakkan shalat dan menunaikan zakat serta ajaran-ajaran lainnya yang mendekatkan diri kita kepada Allah.
3.      Dalil Tentang Keadilan Sahabat
Dalil tentang kedailan sahabat dari Al-Qur’an diantaranya adalah:
وكذ لك جعلنكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا
“Begitulah Kami menjadikan kamu umat yang pertengahan, supaya kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan Rasul menjadi saksi bagi perbuatanmu…”
Dalil keadilan sahabat dari al-Sunnah:
خير القرون قرنى ثم الذين يلونكم.
Generasi terbaik adalah generasi pada masaku, kemudian generasi berikutnya”
4.      Jumlah Sahabat
Perlu diketahui, bahwa membatasi atau menghitung jumlah sahabat r.a. agak sulit bagi kita, karena mereka tersebar ke berbagai Negara dan daerah. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, bahwa Ka’ab bin Malik mengemukakan orang-orang yang tidak mengikuti perang tabuk dan para sahabat lainnya yang sangat banyak jumlahnya, hingga tidak ada satupun kitab yang memuat seluruh sahabat Nabi SAW.
5.      Sahabat Yang Paling Utama
Al-Hafizh al-Baqi menyebutkan dalam syarah alfiyah-nya, Ahlussunnah sepakat bahwa orang yang paling utama setelah Rasulullah SAW wafat adalah Abu Bakar kemudian Umar. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Abu Abbas al-Qurtuby, “seluruh ulama salaf dan khalaf sepakat akan keutamaan mereka berdua, jangan pedulikan pendapat ahli Syi’ah dan ahli Bid’ah.”
6.      Al-Sabiqun al-Awwalun
Para sahabat yang termasuk as-Sabiqun al-Awwalun masih diperselisihkan. Dalam hal ini ada empat pendapat, yaitu:
a.       Para sahabat yang turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah (Bai’ah al-Ridwan)
b.      Para sahabat yang pernah melakukan shalat dengan dua qiblat di Masjid Qiblatain.
c.       Para sahabat Ahli Badr.
d.      Para sahabat yang masuk Islam sebelum penaklukan kota Mekkah.
7.      Sepuluh Sahabat Yang Langsung Masuk Surga
Diantara kelebihan/keutamaan para sahabat atas sahabat lainnya adalah masuk surge secara langsung, yang berjumlah sepuluh orang, yaitu:
1)      Abu Bakr al-Shiddiq
2)      Umar bin Khattab
3)      Utsman bin ‘Affan
4)      Ali bin Abi Thalib
5)      Abdurrahman bin Auf
6)      Thalhah bin Abdullah
7)      Sa’ad bin Abi Waqqas
8)      Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail
9)      Abu Ubaidah bin Jarrah
10)  Al-Zubair bin al-Awwam
8.      Sahabat Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Ada sahabat yang mendapat kemulian, kelebihan dan keuntungan yang sangat besar yaitu sebagai perawi hadits Nabi yang terbanyak, berjumlah lebih dari seribu hadits. Oleh para ulama menyebutnya sebagai Mukatsiran. Mereka adalah Abu Hurairah, Abdullah  bin Umar, Anas bin Malik, Siti Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah dan Abu Sa’id al-Khudry.
9.      Para Tabi’in
Tabi’I adalah orang yang bertemu dengan seorang sahabat, lalu beriman dengan Nabi SAW. dan wafat dalam Islam.
Kesucian tabi’in telah dinyatakan dalam al-Qur’an secara global, dalam firman Allah SWt:
šcqà)Î6»¡¡9$#ur tbqä9¨rF{$# z`ÏB tûï̍Éf»ygßJø9$# Í$|ÁRF{$#ur tûïÏ%©!$#ur Nèdqãèt7¨?$# 9`»|¡ômÎ*Î/ šÅ̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã £tãr&ur öNçlm; ;M»¨Zy_ ̍ôfs? $ygtFøtrB ㍻yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #Yt/r& 4 y7Ï9ºsŒ ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊÉÉÈ  
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”
As-sunnah juga menyaksikan kesucian mereka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
خير القرون قرنى ثم الذين يلونكم.
Generasi terbaik adalah generasi pada masaku, kemudian generasi berikutnya”


 



BAB IV
PARA IMAM HADITS DAN KITAB-KITAB MEREKA

1.      Imam Malik bin Anas
Beliau adalah Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir al-Ashbahy, seorang imam Dar- al-Hijrah. Beliau dilahirkan tahun 95 Hijriyah dan wafat di Madinah tahun 179 Hijriyah, dalam usia 84 tahun. Beliau adalah Imam para umat dalam bidang fiqih dan hadits.
Imam Malik memiliki kitab bernama al-Muaththa’, dalam menyusun kitab ini beliau menghabiskan waktu selama 40 tahun.
2.      Imam Ahmad bin Hambal
Beliau adalah seorang imam besar bernama Ahmad bin Muhammad bin Hambal al-Syaibany. Lahir di Baqdad pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H, wafat juga di Baqdad pada hari jum’at pagi tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 241 H.
Beliau memiliki Musnad, yaitu kitab-kitab hadits pilihan yang tersusun lebih dar 750.000 hadits mencakup 18 Musnad.
3.      Imam al-Bukhari
Nama beliau adalah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardazbah al-Ju’fi, lahir di Bukhara pada hari Jum’at tanggal 13 Syawal tahun 194 H, wafat pada malam Selasa tahun 256 H. dalam usianya 62 tahun kurang 13 hari, beliau selalu ingat kepada Allah SWT.
Beliau memiliki kitab hadits shahih yang terkenl dengan nama Shahih Bukhari, oleh para ulama dikatakan sebagai kitab yang paling shahih  setelah al-Qur’an.
4.      Imam Muslim al-Hajjaj
Beliau adalah Abu al-Husaian Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisabury, salah seorang pemuka ahli hadits yang hafalan dan ketaqwaannya sangat baik. Beliau dilahirkan di Naisabur tahun 206 H, wafat juga di Naisabur tahun 261 H dalam usia 55 tahun.
Dia mempunyai kitab hadits shahih disebut Shahih Muslim. Kitab ini merupakan karyanya yang terkenal di seluruh dunia, yang ditulis selama 15 tahun dan mencakup 12.000 hadits, sebagai hasil seleksi beliau terhadap 300.000 hadits yang dimilikinya.
5.      Imam Abu Dawud
Nama beliau adalah Sulaiman bin Asy’’Ats bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad bin ‘Amr bin Imaran al-Azady al-Sijistani. Dia lahir tahun 202 H, dan wafat di Basrah tanggal 14 Syawal tahun 275 H. Beliau memiliki kitab  sunan yang terkenal dengan nama Sunan Abu Dawud. Kitab ini merupakan kitab hadits yang paling mulia, oleh beliau sendiri menyebutkan kitab tersebut berisi 4.800 hadits shahih, hasan dan dha’if.
6.      Imam al-Tirmizi
Beliau bernama Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah bin Musa bin Dahhak al-Sulamy. Lahir tahun 209 H, dan wafat di Tirmiz pada malam Senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H.
Kitab Jami’ al-Tirmidzi dan Sunan al-Tirmidzi merupakan karya beliau terbesar, yang mengangkatnya sebagai seorang Imam hadits.
7.      Imam al-Nasa’i
Nama beliau adalah Abu Abdur Rahman yakni Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bakr bin Sinan al-Nasa’I. Lahir pada tahun 225 H dan wafat di Makkah tahun 303 H, dimakamkan di Makkah. Beliau memilki kitab sunan yang terkenal dengan nama Sunan al-Nasa’i. kitab ini ditulis berdasarkan tema-tema fiqih seperti kitab-kitab sunan lainnya.
8.      Ibnu Majah
Beliau adalah seorang imam hadits yang bernama Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Rib’I al-Qazwaini. Disandarkan kepada bangsa Qazwain, karena dilahirkan dan dibesarkan di sana.
Sebagian ulama berkomentar, bahwa kitab hadits suanan Ibnu Majah yang dianggap tidak tergolong ke dalam Kutubus Sittah adalah ditolak (tidak benar).
Dengan dmeikian, para imam inilah dan kitab-kitab mereka yang paling terkenal dalam ilmu hadits. Kitab-kitab tersebut yakni al-Muwattha’, Musnad Ahmad, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmiz, Sunan Nasa’I dan Sunan Ibnu Majah. Kitab-kitab tersebut diistilahkan oleh para Muhadditsin dengan Kutubus Sitttah.